Senin, 19 Desember 2011

UAS Filsafat Dakwah


BAB I
PENDAHULUAN
Pada dasarnya, dakwah dapat dipandang sebagai sebuah realitas, dakwah
dapat dikaji dan dijelaskan melalui berbagai perspektif, seperti sosiologi, antropologi, sejarah. Politik, dan tentu saja Filsafat.
Ketika dakwah didekati dari sudut filsafat, dan karenanya kemudian disebut sebagai filsafat dakwah, maka akan segera muncul pertanyaan-pertanyaan mendasar yang harus segera dijawab. Misalnya, apakah dakwah itu? Apakah tujuan dakwah itu? Apakah dakwah diperlukan bagi kehidupan manusia? Mengapa manusia memerlukan dakwah? Apa akibatnya kalau tidak ada dakwah?
Pertanyaan-pertanyaan tadi merupakan problem ontologis dakwah yang harus dijelaskan oleh filsafat dakwah. Karena ia mengkaji problem ontologis dengan sendirinya filsafat dakwah akan berurusan dengan pertanyaan apa yang diketahui atau esensi yang hendak dikaji atau suatu pengkajian teori-teori untuk mengetahui yang terdalam tentang sesuatu atau apa kenyataan (realitas) dari sesuatu itu.
Pengertian filsafat dakwah berdasarkan makna filsafat sebagai kegiatan
berpikir sesuai hukum berpikir, dapat dirumuskan sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari secara kritis tentang dan mendalam tentang dakwah dan respons terhadap dakwah yang dilakukan para da'i, sehingga orang yang didakwahi dapat menjadi manusia yang beriman serta berakhlak mulia. Pada prateknya, filsafat dakwah akan mempelajari secara kritis dan mendalam mengapa ajaran Islam perlu
dikomunikasikan, disosialisasikan,, diinternalisasikan dan diamalkan? Mengapa
keyakinan manusia perlu diluruskan? Mengapa pikiran manusia perlu dimerdekan
dari anasir-anasir irasional? Mengapa jiwa manusia perlu dibersihkan dari hawa nafsu yang buruk? Mengapa nilai-nilai kemanusiaan perlu ditumbuhkembangkan. Inilah sederatan pertanyaan mendasar yang harus dijawab secara tuntas oleh filasaf dakwah.
Fisafat dakwah, dengan merujuk kepada pengertian filsafat dan dakwah dapat  dirumuskan sebagai berikut:
·           Pemikiran secara mendasar, sistematis, logis dan menyeluruh tentang dakwahIslam sebagai sebuah sistem aktualisasi ajaran Islam di sepanjang zaman.
·         Aktivitas pikiran yang teratur, selaras, dan terpadu dalam mencandra hakekat dakwah Islam pada tataran realitas.
·         Pengetahuan murni tentang proses internalisasi, tranmisi, tranformasi, dan difusi Islam disepanjang zaman.
·         Analisis Logis, radikal objektif dan proposional dalam membahas term dakwah Islam daik dari sisi teoritis maupun praktis, yang pertama menggambarkan hakikat dakwah sebagaimana adanya, yang kedua menggambarkan perilaku dakwah sebagaimana seharusnya.
·         Berpikir tentang dasar-dasar dakwah menurut logika dan bebas. Pemikiran yang dimaksud bisa mengandung dua bentuk: pertama, membahas dasar-dasar
dakwah secara analitis, kritik tanpa terikat pada ajaran-ajaran agama dan tanpa
ada tujuan untuk menyatakan kebenaran dakwah. Kedua, membahasa dasar-
dasar dakwah secara analitis dan kritis dengan maksud untuk menyatakan
kebenaran ajaran-ajaran yang disampaikan dalam dakwah, atau sekurang-
kurangnya untuk menjelaskan bahwa apa yang disampaikan dalam dakwah
tidaklah mustahil dan tidak bertentangan dengan logika.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN FILSAFAT DAKWAH
A.       Pengertian Filsafat Dakwah Secara Etimologi
Akar kata filsafat berasal dari bahasa yunani, yaitu “Philosofhia”. Philo, artinya cinta, “Shopia” berarti bijaksana atau kebenaran, sehingga Philoshopia mengandung arti cinta kebenaran. Orang yang mencintai kebenaran ia akan berupaya memperoleh dan memilikinya.
Dakwah dalam kontek ini adalah dalam artian luas, bukan dalam artian sempit. Dalam arti luas meliputi semua potensi yang ada pada manusia dan terkait dengan kehidupan kesehariannya sepanjang zaman, sedang dakwah dalam artian sempit adalah pembicaraan seputar ibadah mahdhoh (rutinitas) dengan sistem penyampaian yang sederhana. Kalau di gabung kata filsafat dengan kata dakwah, maka menjadi kata majemuk "Filsafat Dakwah" bisa disebut hikmah dakwah, kebenaran dakwah.
Pengertian filsafat menurut Poendjawidna menyatakan bahwa kata filsafat
berasal dari kata yang berhubungan rafat dengan kata Yunani, bahkan asalnya
memang dari kata yunani. Ialah “philosopia”. Dalam bahasa Yunani kata “Philosopia” merupakan kata majemuk yang terdiri atas “philo” dan “sofhia”; philo artinya cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu; Sophia artinya kebijakan yang artinya pandai, pengertian yang mendalam jadi, menurut nama saja filsafat boleh diartikan ingin mencapai pandai, cinta kepada kebajikan (1974:1).
Dan Abubakar Atjeh juga berpendapat bahwa dari segi bahasa, filsafat ialah
keinginnan yang dalam untuk mendapat kebijakan, atau kebijakan keinginan yang
mendalam untuk menjadi bijak.
Dakwah adalah terma yang terambil dari Al-Qur'an. Ada banyak ayat yang diantara kata-katanya sama dengan akar kata dakwah, yaitu dal, ain, wawu. Menurut hasil penelitian, Al-Qur'an menyebutkan kata da'wah dan derivasinya sebanyak 198 kali, tersebar dalam 55 surat dan bertempat dalam 176 ayat. Ayat-ayat tersebut sebagian besar (sebanyak 141) turun di Makkah, 30 ayat turun di Madinah dan 5 ayat dipertentangkan antara Makkah dan Madinah sebagai tempat turunnya, karena ada perbedaan tentang tempat turunnya Surat al-Hajj (QS 22), Yakni surat yang memuat kelima ayat tersebut.
Amrullah Achmad berpendapat bahwa pada dasarnya ada dua pola
pendefinisian dakwah. Pertama dakwah berarti tabligh, penyiaran dan penerangan
agama. Pola ini terlihat pada pemikiran Abu Bakar Zakri, Thoha Yahya Oemar dan lain-lain. Pola Kedua, dakwah diberi pengertian semua usaha dan upaya untuk merealisir ajaran Islam dalam segala aspek kehidupan manusia. Pola ini terlihat pada pemikiran H. soedirman dan lain-lain. Pola kedua mamasukan tabligh sebagai bagian dari dakwah.
Dalam kaitan itu maka filsafat dakwah dapat diberi pengertian sebagai kajian filsafat Islam yang mendalam tentang status, tujuan dan hakekat dakwah. Dan filsafat dakwah mendiskusikan persoalan-persoalan mendasar yang timbul dari proses dakwah, untuk ditemukan jawaban yang mendalam dari berbagai persoalan filsafat pada bidang dakwah bukanlah semata-mata mengenai materi pesan dalam dakwah yang didekati secara filosofis, melainkan berkaitan dengan kebutuhan dakwah sebagai subtansi kegiatan orang beriman yang menjadi dasar pertumbuhan dan pelahiran ilmu dakwah.
Filsafat dakwah suatu kajian dengan berbagai dimensi. Disatu fihak filsafat dakwah merupakan bagian dari disiplin ilmu dakwah dan di pihak lain filsafat dakwah bagian dari filsafat Islam. Menurut pandangan Dzikron Abdullah, Filsafat dakwah tidak lebih dari sekedar "berpikir" yang diterapkan untuk memahami secara mendalam dan mendasar segala hal mengenai dakwah. Oleh karena itu ia berpendapat, filsafat dakwah pada dasarnya dari keilmuan dakwah.


B.       Pengertian Filsafat Dakwah Secara Epistimologi
Melihat pengertian filsafat dari segi istilah (terminologi) maka Poedjawitna (1974:11) mendefinisikan fisafat sebagai jenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.
Plato menyatakan bahwa filsafat ialah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli, dan bagi Aristoteles filsafat adalah pengetahuan yang meliputi kebenaran yang tergabung di dalamnya metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik, dan eksetika. Dan Al-fareribi berpendapat filsapat ialah pengetahuan tentang alam wujud bagaimana hakikatnya yang sebenarnya. Menurut Pyhtagoras filsafat ialah the love of wisdom berarti manusia yang paling tinggi nilainya manusia pecinta kebijakan (lover of Wisdom), sedangkan yang dimaksud dengan wisdom olehnya kegiatan melakukan perenungan tentang Tuhan.
Immanuel Kant mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan yang menjadi pangkal pokok segala pengetahuan yang tercakup didalamnya empat persoalan:
·           Apa yang dapat diketahu? (Jawabannya: Metafisika.)
·           Apa yang seharusnya diketahui? (Jawabannya: Etika.)
·           Sampai dimana harapan kita? (Jawabannya: Agama.)
·           Apakah itu manusia? (Jawabannya: Antropologi. )
Menurut Hasbullah Bakri, pengertian filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu secara mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Ketika membahas filasafat dakwah Sayuti Farid memberi pengertian filsafat sebagai pemikiran sedalam-dalamnya, seluas-luasnya dan sejauh-jauhnya tentang hakikat segala "yang ada" yang mungkin ada." Intisari Filsafat menurut Harun Nasution adalah berfikir (logika) yang bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma dan agama), dilakukan secara mendalam sehingga mencapai ke dasar persoalan, ia meliputi segala kegiatan-kegiatan reflektip dari budi manusia persorangan yang berusaha untuk menemukan jawaban-jawaban yabg beralasan mengenai berbagai persoalan filsafat. The Liang Gie mengidentifikasi, ada enam ciri utama sesuatu persoalan itu  dianggap sebagai persoalan filsafati diantaranya:
1.      Sangat umum bahwa persoalan filsafati mempunyai suatu tingkat keumuman
yang tinggi yang tidak bersangkutan dengan objek-objek khusus. Persoalan filsafati kebanyakan berkaitan dengan gagasan-gagasan besar yang umum.
2.      Tidak faktawi, maksudnya bahwa suatu persoalan filsafati berdifat spekulatip dengan melanpaui batas-batas pengetahuan ilmiah. Persoalan filsafati bersifat sfekulatif dengan melampaui batas-batas pengetahuan ilmiah.
3.       Persoalan filsafati juga dicirikan oleh sifatnya yang bersangkutan dengan nilai-nilai.
4.       Dari perrsoalan fisafati terutama mengenai pemaknaan yakni berkaitan
dengaan pengungkapan dengan secara tegas atau penemuan arti secara konsep
atau apa saja yang dibicarakan.
5.       Mencengangkan bahwa sesuatu yang mencengangkan tentang persoalan-
persoalan filsafati dalam arti kurangnya bukti yang berkaitan dan kurangnya
sesuatu tata cara yang jelas untuk menjawabnya.
6.      Implikatip maksudnya bahwa prsoalan filsafati biasanya melibatkan implikasi- implikasi.
Dan adapun pengertian dakwah yang dikemukakan oleh Amrullah Achmad secara istilah diantaranya:
a.        Dakwah adalah usaha yang mengarah untuk memperbaiki suasana kehidupan yang lebih baik dan layak sesuai dengan kehendak dan tuntunan kebenaran.
b.       Dakwah adalah usaha membuka konfrontasi keyakinan ditengah manusia, membuka kemungkinan bagi kemanusiaan untuk menetapkan pilihannya sendiri.
c.        Dakwah islam adalah dakwah kepada setandar nilai-nilai kemanusiaan dalam tingkah laku pribadi-pribadi didalam ubungan antar manusia dan sikap prilaku antar manusia.
d.       Dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada benar yang
benar sesuai dengan perintah tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan
mereka di dunia dan akherat.
e.        Dakwah merupakan suatu peruses usaha untuk mengajak agar orang
berimamn kepada Allah, percaya dan mentaati apa yang telah diberitakan oleh Rosul serta mengajak agar dalam menyembah kepada Allah seakan-akan
melihatnya.
f.        Dakwah adalah usaha mengubah situasi kepada yang lebih baik dan sempurna, baik kepada indivu maupun masyarakat.
g.       Dakwah adalah gerakan untuk merealisasikan undang-undang (ihya al- Nidaham) Allah yang telah menurunkan kepada nabi Muhammad SAW.
h.       Dakwah adalah mendorong (memotivasi) untuk manusia agar melaksanakan kebaikan dan mengikuti peeeetunjuk serta memerintah perbutan makruf dan memcegah dari perbuatan mungkar supaya mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan akherat.
i.         Dakwah adalah setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau lisan dan lainnya, yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah SWT, sesuai dengan garis-garis aqidah dan syariat-syariat serta akhlak islamiyah.

Filsafat suatu ilmu merupakan landasan pemikiran dari ilmu bersangkutan, titik tolak bagaimana ilmu tersebut bermaksud mencapai tujuannya, filsafat yang bertemu dengan disiplin tertentu akan menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh disiplin yang bersangkutan. Artinya masalah tersebut berkaitan dengan disiplin keilmuan akan tetapi perangkat ilmu atau metode keilmuan tidak dapat menjangkaunya, lalu apakah definisi filsafat dakwah itu? Filsafat dakwah tentunya juga berusaha untuk menjawab persoalan-persoalan yang tidak dapat dijawab oleh metode keilmuan dakwah, sebab yang dikaji ialah sesuatu yang berada di luar disiplin dakwah yang empiris. Filsafat dakwah berusaha menjawab apakah hakekat dakwah (dimensi ontologis), bagaimanakah dakwah dapat direalisasikan secara lebih memanusiakan manusia (aspek epistimologis) dan bagaimanakah dakwah berdaya guna (dimensi aksiologis). Jadi filsafat lebih berorientasi secara rasional dan konseptual ketimbang dimensi-dimensi emperisnya. Dengan demikian, definisi Filsafat Dakwah ialah pemikiran mendalam dan konseptual yang menggunakan metode kefilsafatan yang relevan untuk memahami usaha merealisasikan ajaran islam dalam dataran kehidupan manusia melalui strategi, metode dan system yang relevan dengan mempertimbangkan aspek masyarakat.

2.2 OBJEK KAJIAN FILSAFAT DAKWAH
Berfilsafat ialah menemukan kebenaran yang sebenarnya. Jika kebenaran yang sebenarnya itu disusun secara sitematis, jadilah ia sistematika filsafat. Sistematika filsafat itu biasanya terbagi atas tiga jabang besar filsafat, yaitu teori pengetahuan, teori hakikat dan teori nilai.
Isi filsafat ditentukan oleh objek apa yang dipikirkan. Objek yang dipikirkan
oleh filosof ialah segala yang ada dan yang mungkin ada jadi luas sekali. Objek yang diselidiki filsafat ini disebut objek materia, yaitu segala yang ada dan mungkin ada tadi. Tentang objek materia ini banyak yang sama dengan objek materia sains. Bedanya ialah dalam dua hal.
1.      Sains menyelidiki objek materia yang emfiris; filsafat menyelidiki objek itu juga, tetapi bukan bagian yang empiris, melainkan bagian yang abtraknya.
2.      Ada objek materia filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains, seperti Tuhan, hari akhir, yaitu objek materia yang untuk selama-lamanya tidak empiris.

A.      Objek Material Filsafat Dakwah
Objek material filsafat dakwah adalah manusia, Islam, Allah, dan lingkungang (dunia). Filsafat dakwah mencoba melihat proses interaksi antara manusia yang menjadi subjek (da'i) dan objek (mad'u) dalam proses dakwah Islam sebagai pesan dakwah dan lingkungan di mana manusia akan menerapkan dan mengamalkan nilai-nilai Islam, serta Allah yang menurunkan Islam dan memberikan "acc" (takdirnya) yang menyebabkan terjadinya perubahan keyakinan, sikap dan tindakan.
Objek material dakwah, menurut penjelasan Cik Hasan Basri adalah unsur subtansial ilmu dakwah yang terdiri dari enam komponen, yaitu Da'i, mad'u, metode, materi, media dan tujuan dakwah.
Amrullah Achmad berpendapat, objek material ilmu dakwah adalah semua aspek ajaran islam(Al-qur'an dan Al- sunnah), hasil ijtihat dan realisasinya dalam sistem pengetahuan, teknologi, sosial, hukum, pendidikan, dan lainnya khususnya kelembagaan islam objek material ilmu dakwah inilah yang menunjukan bahwa ilmu dakwah adalah satu rumpun dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, karena objek yang sama juga dikaji oleh ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih, ilmu kalam, dan lainnya. Ilmu dakwah menemukan sudut pandang yang berbeda dengan ilmu-ilmu keislaman itu pada objek formanya yaitu kegiatan mengajak umat manusia supaya kembali kepada fitrahnya sebagai muslim dalam seluruh aspek kehidupannya.
Dari uraian diatas dapat ditekankan bahwa objek yang dikaji ilmu dakwah berkaitan dengan objek kajian ilmu-ilmu keislaman, ilmu-ilmu sosial dan prilaku-prilaku teknologi selainnya. Namun sudut pandang yang menjadi titik pembeda ilmu dakwah dengan lainnya terletak pada objek forma kajian ilmu dakwah. Forma kajian ilmu dakwah adalah kegiatan manusia yang memihak dan menerapkan kedalam segi-segi kehidupan umat manusia ajaran islam sebagaimana dipahami dari sumber-sumber pokoknya, termasuk nilai-nilai kebenaran dan kemanusian upaya yang menjadi objek forma ilmu dakwah itu berfungsi untuk mengembalikan manusia dalam garis fitrah mereka.

B.       Objek Formal Filsafat Dakwah
Deskripsi tentang objek forma filsafat dakwah pada dasarnya menunjuk pada denotasi terma dakwah. Filsafat dakwah adalah kumpulan pengetahuan yang
membahas masalah dan segala hal yang timbul atau mengemuka dalam interaksi antar unsur dari sistem dakwah agar diperoleh pengetahuan yang tepat dan benar mengenai kenyataan dakwah (denotasi dari terma dakwah). Oleh karena itu menghindari terjadinya kesenjangan antara konotasi dan denotasi terma dakwah , melalui pemberian pengertian secara tepat perihal terma dakwah, melalui pemberian pengetian secara tepat perihal terma dakwah, merupan suatu keharusan agar objek kajian dakwah semakin jelas, maka filsafat dakwah memiliki hubungan yang signipikan dengan dakwah, ditunjukan oleh kenyataan bahwa pratek dakwah akan semakin mendekati kepada bentuknya yang baik, tepat dan benar berkat sumbangan yang diberikan oleh ilmu dakwah melalui kajian-kajian terhadap objek forma ilmu dakwah.
Maka dari itu objek forma ilmu dakwah secara terperinci dapat dipahami
sebagai problematika yang timbul dari interaksi antar unsur dalam sistem dakwah.
Unsur-unsur yang dimaksud adalah Doktrin Islam (DI), Da'i (D), Tujuan Dakwah
(TD) dan Mad'u (M). Problem yang terjadi antar unsur-unsur tersebut disebut objek forma dakwah yang dapat dirujukan sumber ilmunya secara tertentu dari macam- macam sumber tersebut. Interaksi tersebut dapat dilihat dari gambar berikut:


 









Interaksi antara unsur doktrin Islam dan Da'i (DI-D) melahirkan realitas
dakwah berupa problematika pemahaman da'i terhadap hakekat, status dan fungsi
dakwah dalam sistematika ajaran Islam. Problematika mempersoalkan dasar-dasar
umum dan hakekat dakwah sebagai realitas dari sistem Islam, esensi pesan Islam, pemahaman terdahap dinamika dakwah dalam sejarah menurut perspektip Al-Qur'an dan Hadits dan produk pemikiran mengenai ajaran Islam itu sendiri, baik yang tertuang dalam disiplin ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu tasawuf dan ilmu-ilmu keislaman lain yang dirujukan pada doktrin Islam. Realitas dakwah yang turun dari interaksi antar unsur Da'i dan Doktrin Islam (DI-I) ini merupakan oyek forma ilmu dakwah akan lahir pengetahuan dari teori dakwah yang berkaitan dengan realitas dakwah dari interaksi dua unsur tersebut bersumber dari wahyu (otoritas) dan akal (termasuk intuisi). Hal itu sejalan dengan cakupan Doktrin Islam yang meliputi al-Qur'an, hadits dan sejarah Islam. Sedangkan unsur Da'i meliputi seseorang atau sekelompok orang yang berusaha memahami dan mengaktualisasikan doktrin Islam.
Realitas dakwah yang muncul dari interaksi antara unsur da'i dan mad'u adalah kemungkinan penerimaan dan penolakan mad'u terhadap pesan dakwah, dampak praktek dakwah terhadad kedua unsur tersebut baik secara psikologis maupun sosiologis, problematika perencanaan penyajian pesan dakwah yang yang berdasarkan fakta empiris yang ada pada da'i dam mad'u, pengenalan pemahaman dan empati da'i terhadap realitas dakwah yang muncul dari interaksi D-M ini merupkan objek forma dakwah terutama program studi tabligh Islam. Dari kajian terhadap realitas itu akan lahir teori dan pengetahuan tabligh, sumber ilmu yang relevan dengan objek forma ini adalah indra, akal, intuisi (anfus) dan alam (al-afaq).
Interaksi antara mad'u dan tujuan dakwah (M-TD) adalah problematika model (uswah) yang dapat diamati secara empiris oleh mad'u yang berkaitan dengan bentuk nyata perilaku individual (syakhsiyah) dan kolektif (jamaah) yang dapat dikatagorikan sebagai perilaku dalam dimensi amal saleh. Problematika ini dapat disebut sebagai masalah model empirik prilaku Islami dalam konteks pemecahan masalah-masalah individual dan sosial dalam konteks pemecahan masalah-masalah individual dan sosial dalam sistem kemasyarakatan. Realitas objek kajian ilmu dakwah terutama program studi pengembangan masyarakat Islam.
Hasil kajian terhadap objek forma ilmu dakwah daro interaksi model M-TD iniad pengetahuan dakwah yang bercorak empiris dan fenomenologis. Oleh karena itu sumber ilmu dalam konteks realitas tersebut adalah indra, akal, intuisi (anfus) dan alam (Al-falaq), serta sejarah. Sumber ilmu wahyu dalam konteks ini lebih cenderung bersifat konfirmatif dan komplementatif. Hal itu karena sumber wahyu tidak memiliki hubungan langsung dengan dunia empirik.
Demikian juga, sumber wahyu (otoritas) tidak bersifat signifikan dalam berkedudukan sebagai sumber ilmu yang melahirkan pengetahuan dakwah, fakta kajian itu diarahkan pada objek forma yang muncul dari interaksi antara da'i dan tujuan dakwah (D-TD), realitas empiris yang muncul dari interaksi model D-TD adalah problematika efisiensi dan efentifitas penggunaan sumber daya yang tersedia dalam sistem dakwah, guna mencapai sasaran dan tujuan dakwah. Terhadap objek forma itu, sumber ilmu yang penting adalah indra, akal, intuisi.
Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa, interaksi model DI-TD disebut sebagai objek forma dakwah yang berkaitan dengan perumusan dan pemahaman dasar-dasar dakwah dan ajaran islam sebagai sumber dakwah. Interaksi model D-M adalah objek forma yang berhubungan dengan problem tabligh islam atau problem dakwahbil- lisan danbil-qalam. Interaksi model M-TD adalah objek forma dakwah yang berkaitan dengan problem organisasional dan dakwah Islam atau problem manajemen dakwah. Sumber ilmu dan pengetahuan dakwah pada pokok-pokok wahyu dan akal, ketika objek forma itu terdiri dari ayat-ayat qauniyah, maka otoritas atau wahyu menempati posisi tidak pokok dalam kedudukannya sebagai sumber ilmu pengetahuan. Terhadap objek forma ayat-ayat kauniyah, sumber ilmu adalah yang berkaitan langsung dengan realitas empiris, yaitu indra, akal, intuisi dan alam.

2.3  Tujuan Mengkaji Filsafat Dakwah
A.      Tujuan Dakwah
Tujuan merupakan pernyataan bermakna, keinginan yang dijadikan pedoman menajemen puncak organisasi untuk meraih hasil tertentu atas kegiatan yang dilakukan dalam dimensi waktu tertentu. Tujuan (objective) diasumsikan berbeda dengan sasaran (goals). Dalam tujuan memiliki target-target tertentu untuk dicapai dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan sasaran adalah pernyataan yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak untuk menentukan arah organisasi dalam jangka panjang. Sebenarnya tujuan dakwah itu adalah tujuan diturunkan ajaran islam bagi umat manusia itu sendiri, yaitu untuk membuat manusia memiliki kualitas akidah, ibadah, serta akhlak yang tinggi.
Salah satu contoh pokok dari Rasulullah Saw adalah membawa amanah suci berupa menyempurnakan akhlah yang mulia bagi manusia. Dan akhlak yang dimaksudkan ini tidak lain adalah Al-Qur’an itu sendiri sebab hanya kepada Al-Qur’an-lah setiap pribadi muslim itu akan berpedoman.

B.       Secara umum tujuan dakwah dalam Al-Qur’an adalah:
·         Dakwah bertujuan untuk menghidupkan hati yang mati.
·         Agar manusia mendapatkan ampunan atas segala dosa-dosanya dan menghindarkan azab dari Allah.
·         Untuk menyembah Allah dan tidak menyekutannya.
·         Untuk menegakkan agama dan tidak terpecah-pecah.
·         Mengajak dan menuntun kejalan yang lurus.
·         Untuk menghilangkan pagar penghalang sampainya ayat-ayat Allah ke dalam lubuk hati masyarakat.
   Secara teoritis konseptual, filsafat dakwah dapat menjadi instrument dalam merumuskan pokok-pokok esensial dari foktrin agama islam yang berdimensi Rahmatan Lil A’lamin, sehingga produk perumusan ini akan berbentuk pemahaman yang utuh (tidak persial) tentang subtansi islam, yang dalam level aplikatifnya dapat memunculkan inovasi bermutu dan responsive dan tantangan hidup. Sedangkan secara aksiologis, filsafat dakwah mendorong setiap individu manusia untuk selalu meneladani sifat-sifat terpuji dari Nabi Muhammad SAW beserta tradisi kehidupan yang secara moral dan mental tanpa cela, sehingga di dalam jiwa (rohani) manusia akan terpatri suatu kesadaran eksitensial, bahwa dirinya adalah khalifahtullah di muka bumi yang bertugas mulia untuk memakmurkannya secara berkemanusian.
Objek kajian filsafat dakwah ialah pemikiran yang mendalam dan radikal, logis dan sistematis tentang proses usaha merealisasikan ajaran islam dalam dataran kehidupan umat manusia melalui strategi, metodelogis dan system yang relevan dengan mempertimbangkan dimensi masyarakat khususnya umat islam.
C.      Beberapa Tujuan Mengkaji Filsafat Dakwah
a.         Mendalami hasanah pemikiran filsafat dakwah islam yang ternuansakan dalam berbagai pemikiran islam yang klasik. Dalam hal ini kita dianjurkan untuk memahami pemikiran teologi mu’tazilah, maturidiyah, asyariyah, mazhab syi’ah, filsafat islam di timur, dan filsafat islam barat beserta para ilmuannya sehingga kita bisa menggali atau mengambil manfaat yang ada dalam pemikiran klasik tersebut.
b.        Menggali pemikiran baru tentang filsafat dakwah islam baik dari akses kepustakaan maupun studi kasus yang konklusinya edukatif.
c.         Merumuskan konsep bahwa manusialah yang membutuhkan pada agama islam. Bukan islam yang membutuhkan mereka jadi setiap manusia secara psikologis merasa haus mendapatkan “kebahagiaan hati nurani” (fithroh) sehingga nilai kebenaran yang hakiki harus diperjuangkan mati-matian dan dunia hanyalah sebagai persinggahan (jembatan) yang amat sementara menuju kehidupan yang abadi di akherat. Karena itu hidup di dunia harus beramal shaleh.
d.        Menegakkan argumentasi rasional dalam perumusan system dakwah islam agar supaya tidak mudah di-dekonstrusi siapa pun, dari argumentasi tersebut kita bisa berpijak pada fakta-fakta empiris yang secara hipotesis dapat diperkuat dengan argumentsi deduktif, baik lewat penggunaan dalil NAQLI maupun dalil ‘AQLI dalam arti luas.
     Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Serulah manusia kepada jalam Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dijalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (An-Nahl : 125).

e.         Selalu memperbaharui strategi dakwah islam secara alternative sesuai dengan tingkat kesulitan problem masyarakat yang dihadapinya agar supaya strategi tersebut tidak mengedepankan target kuantitatif, tetapi lebih mengutamakan capaian kualitatif terutama tercerahnya wawasan dan perilaku islami masyarakat.
   Pembaharuan strategi dakwah islam atau reformasi strategi dakwah islamiyah dalam era millennium ketiga adalah agenda sosialisasi doktrin (teks) agama islam yang secara visi-konseptual selalu direformasi sesuai dengan konteks perubahan social budaya lewat formulasi strategi dakwah yang fokus terhadap berbagai problematika matra, struktur yang terkadang sangat kontradiktif dengan urgensi pembelaan harkat martabat kemanusian khususnya karena makin menguatkan hegomoni entitas kultur modernisme.
     Ada empat visi-konseptual dalam reformasi strategi dakwah islamiyah antara lain:
1.      Visi teologi, bahwa dakwah islamiyah berorientasi pada konsistensi integral antara iman (spiritual-metafisis) dan amal saleh sebagai ekspresi jiwa yang syahdu (mesra) dalam berinterksi dengan Allah SWT. Berhubungan dengan yang diatas yang perlu direformasi adalah wawasan keagamaan yang parsial (sepotong-sepotong) harus dikritisi (diperbaiki) dalam bentuk re-formulasi wawasan baru yang meng-integrasikan dimensi aqidah (teologis) kedalam setiap prilaku nyata sehari-hari.
2.      Visi syari’at, bahwa dakwah islamiyah berorientasi pada kewajiban beribadah mahdhah atau mu’amalah sebagai bukti kongkrit penjabaran kualitas keberiman kepada Allah SWT, yang mana dominasi alasan fiqhiyah harus dperseimbangkan dengan urgensi spirit matra-matar keihlasan sehigga produk perilaku nyata selalu berdimensi etika yang luhur dan bekemanusian, untuk memperoleh kepuasan batin.
3.      Visi sosio-struktural, bahwa Dakwah islamiyah terfokus pada meresponsi konteks agar perubahan social yang dikreasikan bisa lebih baik, tanpa ekses ketercerabutan dari budaya lokal yang tetap baik dan dinamis, dimana kontek hegemoni aneka kultur moderenisme yang mengglobal dan segenap efek negatifnya harus dipahami dan serius diantisipasi (seperti materialisme, sekularisme) agar dalam konsep Dakwah islam itu terkandung tawaran-tawaran inovasi atau solusi yang feasible.
4.      Visi strategi kelembagaan, bahwa Dakwah Islamiyah perlu penataan baru (re-strukturisasi) atas management organisasi yang ada, baik dalam aspek SDM maupun aspek system operasional dan penadaannya, yang mana secara periodik menyelenggarakan pelatihan intensif tentang strategi Dakwah Islamiyah, agar supaya tercetak SDM yang cerdas secara metodologis dan gesit mendatangkan dana kelembagaan sehingga masyarakat bisa merasakan manfaat Dakwah tersebut.
Secara garis besarnya, selain hal-hal yang tersebut di atas, Tujuan Mengkaji Filsafat Dakwah Islam adalah: Pertama, memperkuat apresiasi berpikirnya masyarakat tentang kehebatan nilai agama islam sehingga wajib ditegakkan agar supaya mereka benar-benar merasakan bahwa islam memang bermuatan “Rahmatan lil ‘Alamin”. Kedua, Dakwah islam akan lebih efektif dan disegani jika disampaikan secara lengkap lewat metode lisan atau pemikiran yang konseptual dan diverifikasi dengan inovasi kongkret (pembuktian) yang bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Ketiga, Cerdas Meresponi masalah (problematika) baru dalam bentuk solusi pemikiran islam alternatif yang dilengakapi dengan konsep inovasinya (jalan keluar) secara kontekstual sehingga masyarakat terindar dari keterbelakangan yang akut.


BAB III
KESIMPULAN
Filsafat dakwah terutama mengkaji status dakwah dalam sistem ajaran Islam, apa tugas kekhalifahan manusia, bagaimana perwujudan masyarakat adil makmur yang diridhai Allah, apakah tujuan dakwah.
Sedangkan dalam kedudukan sebagai bagian dari filsafat Islam, filsafat dakwah terutama mengkaji persoalan-persoalan filsafati yang menjadi bagian dari
kajian filsafat islam khusus yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang timbul sebagai akibat atau yang berasal dari dinamika dan proses dakwah. Ia mengkaji alasan manusia memerlukan agama, mengapa agama perlu didakwahkan, apa tujuan akhir dakwah dan persoalan-persoalan etika dakwah serta rasinalisasi hal-hal yang timbul dari dakwah.
Dalam kaitan itu, maka filsafat dakwah dapat diberi pengerian sebagai kajian islam yang mendalam tentang status tujan dan hakikat dakwah. Filsafat dawah mendikusikan persoalan-persoalan mendasar yang timbul dari peroses dakwah, untuk ditemukan jawaban yang mendalam dari berbagai persoalan filsafati dalam bidang dakwah. Pembahasan filsafat dakwah bukanlah semata-semata mengenai materi pesan dalam dakwah yang didekati sacara filosofis, melainkan berkaitan dengan keutuhan dakwah sebagai substansi kegiatan orang yang beriman yang menjadi dasar pertumbuhan dan kelahiran ilmu dakwah.
Objek material filsafat dakwah dengan ilmu-ilmu sosial. Prilaku keislaman adalah ruang persentuhan objek material ilmu dakwah dengan ilmu-ilmu keislaman. Sedangkan prilaku teknologis adalah ruang persentuahan objek material ilmu dakwah dengan penerapan teknologi untuk kesejahteraan manusia (seperti teknologi komunikasi).
Objek forma filsafat dakwah pada dasarnya menunjuk pada denotasi terma dakwah. filsafat dakwah adalah kumpulan pengetahuan yang membahas masalah dan segala hal yang timbul atau mengemukakan dalam interaksi antar unsur dari sistem dakwah agar diperoleh pengetahuan yang tepat dan benar mengenai kenyataan dakwah.
Selanjutnya, tujuan mempelajari filsafat dakwah yaitu: Pertama, memperkuat apresiasi berpikirnya masyarakat tentang kehebatan nilai agama islam sehingga wajib ditegakkan agar supaya mereka benar-benar merasakan bahwa islam memang bermuatan “Rahmatan lil ‘Alamin”. Kedua, Dakwah islam akan lebih efektif dan disegani jika disampaikan secara lengkap lewat metode lisan atau pemikiran yang konseptual dan diverifikasi dengan inovasi kongkret (pembuktian) yang bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Ketiga, Cerdas Meresponi masalah (problematika) baru dalam bentuk solusi pemikiran islam alternatif yang dilengakapi dengan konsep inovasinya (jalan keluar) secara kontekstual sehingga masyarakat terindar dari keterbelakangan yang akut.
Akhirnya,  tak ada gading yang tak retak” semoga makalah ini menjadi penunjang khajanah keilmuan khususnya bagi penulis yang penulis tidak dapatkan ketika berada di ruang kelas, umumnya bagi para pecinta ilmu yang selalu haus akan pengetahuan dan yang selalu rindu akan puncaknya ilmu yaitu kebijaksanaan.


Kesan  Pesan
Assalamu’alaikum
Apa yang harus kami katakan ketika kami disuruh memberikan penilaian terhadap dosen yang telah memberikan pengajaran kepada kami pada khususnya. Namun disini kami juga mempunyai hak terhadap apa yang seharusnya kami dapatkan ketika duduk diruang kelas dibalik semua kesibukan yang dimiliki sang dosen. Semoga tulisan ini menjadi catatan bagi perbaikan kita selanjutnya. Dimana ada kesinergisan antara hak dan kewajiban dosen dengan mahasiswa.
 Mata kuliah Filsafat Dakwah yang mungkin bisa dikatakan sebagai asas dakwah yang mempunyai peranan penting bagi keberlangsungan proses dakwah. Dan sekaligus mata kuliah ini telah memberikan sedikitya nuansa baru bagi paradigma saya tentang dakwah. Namun, diatas kepentingan ilmu itu ternyata masih banyak yang belum saya temukan dan dapatkan ketika duduk memperhatikan untaian kata dari bapak di ruang kelas.
 Memenuhi semua pertemuan yang telah dijadwalkan adalah sebuah kewajiban bagi dosen yang harus ditunaikan. Jadi, alangkah bijak ketika dosen menunaikan jadwal pertemuan secara maksimal dan memperhatikan mahasiswa yang harus terbengkalai karena dosen tidak hadir. Tapi semoga ini hanya tidak menjadi hutang yang memberatkan kita di akhirat kelak nannti. Amin.
Terimakasih sekali lagi saya ucapkan kepada bapak dosen yang telah meluangkan waktu dan menuangkan ilmu kepada kami.



Wassalam dan 
Salam Hormat,


Dedi Rahman
Daftar Fustaka
Agus Ahmad Safei. 2003. Memimpin Dengan Hati Yang Selesai. Bandung: Pustaka Setia.
Muhammad Sulthon. 2003. Desain Ilmu Dakwah. Yogyakarta: Pustataka Pelajar.
Ahmad Tafsir. 2003. Filsafat Umum. Bandung: Rosda karya.
Amrullah Ahmad. 1985. Dakwah Islam dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: PLP2M
Syukriadi Sambas. 1999. Filsafat Dakwah. Bandung: KP Hadid Fakultas Dakwah
IAIN SGD.
The Liang Gie. 1977. Suatu Konsepsi Ke Arah Penertiban Bidang Filsafat, terj. Ali Mudhofir. Yogyakarta: Karya Kencana.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar