BAB
I
PENDAHULUAN
Pada dasarnya, dakwah
dapat dipandang sebagai sebuah realitas, dakwah
dapat dikaji dan dijelaskan melalui berbagai perspektif, seperti sosiologi, antropologi, sejarah. Politik, dan tentu saja Filsafat.
dapat dikaji dan dijelaskan melalui berbagai perspektif, seperti sosiologi, antropologi, sejarah. Politik, dan tentu saja Filsafat.
Ketika dakwah didekati
dari sudut filsafat, dan karenanya kemudian disebut sebagai filsafat dakwah,
maka akan segera muncul pertanyaan-pertanyaan mendasar yang harus segera
dijawab. Misalnya, apakah dakwah itu? Apakah tujuan dakwah itu? Apakah dakwah
diperlukan bagi kehidupan manusia? Mengapa manusia memerlukan dakwah? Apa
akibatnya kalau tidak ada dakwah?
Pertanyaan-pertanyaan
tadi merupakan problem ontologis dakwah yang harus dijelaskan oleh filsafat
dakwah. Karena ia mengkaji problem ontologis dengan sendirinya filsafat dakwah
akan berurusan dengan pertanyaan apa yang diketahui atau esensi yang hendak
dikaji atau suatu pengkajian teori-teori untuk mengetahui yang terdalam tentang
sesuatu atau apa kenyataan (realitas) dari sesuatu itu.
Pengertian filsafat
dakwah berdasarkan makna filsafat sebagai kegiatan
berpikir sesuai hukum berpikir, dapat dirumuskan sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari secara kritis tentang dan mendalam tentang dakwah dan respons terhadap dakwah yang dilakukan para da'i, sehingga orang yang didakwahi dapat menjadi manusia yang beriman serta berakhlak mulia. Pada prateknya, filsafat dakwah akan mempelajari secara kritis dan mendalam mengapa ajaran Islam perlu
dikomunikasikan, disosialisasikan,, diinternalisasikan dan diamalkan? Mengapa
keyakinan manusia perlu diluruskan? Mengapa pikiran manusia perlu dimerdekan
dari anasir-anasir irasional? Mengapa jiwa manusia perlu dibersihkan dari hawa nafsu yang buruk? Mengapa nilai-nilai kemanusiaan perlu ditumbuhkembangkan. Inilah sederatan pertanyaan mendasar yang harus dijawab secara tuntas oleh filasaf dakwah.
berpikir sesuai hukum berpikir, dapat dirumuskan sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari secara kritis tentang dan mendalam tentang dakwah dan respons terhadap dakwah yang dilakukan para da'i, sehingga orang yang didakwahi dapat menjadi manusia yang beriman serta berakhlak mulia. Pada prateknya, filsafat dakwah akan mempelajari secara kritis dan mendalam mengapa ajaran Islam perlu
dikomunikasikan, disosialisasikan,, diinternalisasikan dan diamalkan? Mengapa
keyakinan manusia perlu diluruskan? Mengapa pikiran manusia perlu dimerdekan
dari anasir-anasir irasional? Mengapa jiwa manusia perlu dibersihkan dari hawa nafsu yang buruk? Mengapa nilai-nilai kemanusiaan perlu ditumbuhkembangkan. Inilah sederatan pertanyaan mendasar yang harus dijawab secara tuntas oleh filasaf dakwah.
Fisafat dakwah, dengan
merujuk kepada pengertian filsafat dan dakwah dapat dirumuskan sebagai berikut:
·
Pemikiran secara
mendasar, sistematis, logis dan menyeluruh tentang dakwahIslam sebagai sebuah
sistem aktualisasi ajaran Islam di sepanjang zaman.
·
Aktivitas pikiran yang
teratur, selaras, dan terpadu dalam mencandra hakekat dakwah Islam pada tataran
realitas.
·
Pengetahuan murni
tentang proses internalisasi, tranmisi, tranformasi, dan difusi Islam
disepanjang zaman.
·
Analisis Logis, radikal
objektif dan proposional dalam membahas term dakwah Islam daik dari sisi
teoritis maupun praktis, yang pertama menggambarkan hakikat dakwah sebagaimana
adanya, yang kedua menggambarkan perilaku dakwah sebagaimana seharusnya.
·
Berpikir tentang
dasar-dasar dakwah menurut logika dan bebas. Pemikiran yang dimaksud bisa
mengandung dua bentuk: pertama, membahas dasar-dasar
dakwah secara analitis, kritik tanpa terikat pada ajaran-ajaran agama dan tanpa
ada tujuan untuk menyatakan kebenaran dakwah. Kedua, membahasa dasar-
dasar dakwah secara analitis dan kritis dengan maksud untuk menyatakan
kebenaran ajaran-ajaran yang disampaikan dalam dakwah, atau sekurang-
kurangnya untuk menjelaskan bahwa apa yang disampaikan dalam dakwah
tidaklah mustahil dan tidak bertentangan dengan logika.
dakwah secara analitis, kritik tanpa terikat pada ajaran-ajaran agama dan tanpa
ada tujuan untuk menyatakan kebenaran dakwah. Kedua, membahasa dasar-
dasar dakwah secara analitis dan kritis dengan maksud untuk menyatakan
kebenaran ajaran-ajaran yang disampaikan dalam dakwah, atau sekurang-
kurangnya untuk menjelaskan bahwa apa yang disampaikan dalam dakwah
tidaklah mustahil dan tidak bertentangan dengan logika.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN FILSAFAT DAKWAH
A.
Pengertian Filsafat Dakwah Secara Etimologi
Akar kata filsafat berasal dari
bahasa yunani, yaitu “Philosofhia”. Philo, artinya cinta, “Shopia”
berarti bijaksana atau kebenaran, sehingga Philoshopia mengandung arti
cinta kebenaran. Orang yang mencintai kebenaran ia akan berupaya memperoleh dan
memilikinya.
Dakwah dalam kontek ini adalah dalam
artian luas, bukan dalam artian sempit. Dalam arti luas meliputi semua potensi yang
ada pada manusia dan terkait dengan kehidupan kesehariannya sepanjang zaman,
sedang dakwah dalam artian sempit adalah pembicaraan seputar ibadah mahdhoh
(rutinitas) dengan sistem penyampaian yang sederhana. Kalau di gabung kata
filsafat dengan kata dakwah, maka menjadi kata majemuk "Filsafat Dakwah"
bisa disebut hikmah dakwah, kebenaran dakwah.
Pengertian filsafat
menurut Poendjawidna menyatakan bahwa kata filsafat
berasal dari kata yang berhubungan rafat dengan kata Yunani, bahkan asalnya
memang dari kata yunani. Ialah “philosopia”. Dalam bahasa Yunani kata “Philosopia” merupakan kata majemuk yang terdiri atas “philo” dan “sofhia”; philo artinya cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu; Sophia artinya kebijakan yang artinya pandai, pengertian yang mendalam jadi, menurut nama saja filsafat boleh diartikan ingin mencapai pandai, cinta kepada kebajikan (1974:1).
berasal dari kata yang berhubungan rafat dengan kata Yunani, bahkan asalnya
memang dari kata yunani. Ialah “philosopia”. Dalam bahasa Yunani kata “Philosopia” merupakan kata majemuk yang terdiri atas “philo” dan “sofhia”; philo artinya cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu; Sophia artinya kebijakan yang artinya pandai, pengertian yang mendalam jadi, menurut nama saja filsafat boleh diartikan ingin mencapai pandai, cinta kepada kebajikan (1974:1).
Dan Abubakar Atjeh juga
berpendapat bahwa dari segi bahasa, filsafat ialah
keinginnan yang dalam untuk mendapat kebijakan, atau kebijakan keinginan yang
mendalam untuk menjadi bijak.
keinginnan yang dalam untuk mendapat kebijakan, atau kebijakan keinginan yang
mendalam untuk menjadi bijak.
Dakwah adalah terma
yang terambil dari Al-Qur'an. Ada banyak ayat yang diantara kata-katanya sama
dengan akar kata dakwah, yaitu dal, ain, wawu. Menurut hasil penelitian,
Al-Qur'an menyebutkan kata da'wah dan derivasinya sebanyak 198 kali, tersebar
dalam 55 surat dan bertempat dalam 176 ayat. Ayat-ayat tersebut sebagian besar
(sebanyak 141) turun di Makkah, 30 ayat turun di Madinah dan 5 ayat
dipertentangkan antara Makkah dan Madinah sebagai tempat turunnya, karena ada
perbedaan tentang tempat turunnya Surat al-Hajj (QS 22), Yakni surat yang
memuat kelima ayat tersebut.
Amrullah Achmad
berpendapat bahwa pada dasarnya ada dua pola
pendefinisian dakwah. Pertama dakwah berarti tabligh, penyiaran dan penerangan
agama. Pola ini terlihat pada pemikiran Abu Bakar Zakri, Thoha Yahya Oemar dan lain-lain. Pola Kedua, dakwah diberi pengertian semua usaha dan upaya untuk merealisir ajaran Islam dalam segala aspek kehidupan manusia. Pola ini terlihat pada pemikiran H. soedirman dan lain-lain. Pola kedua mamasukan tabligh sebagai bagian dari dakwah.
pendefinisian dakwah. Pertama dakwah berarti tabligh, penyiaran dan penerangan
agama. Pola ini terlihat pada pemikiran Abu Bakar Zakri, Thoha Yahya Oemar dan lain-lain. Pola Kedua, dakwah diberi pengertian semua usaha dan upaya untuk merealisir ajaran Islam dalam segala aspek kehidupan manusia. Pola ini terlihat pada pemikiran H. soedirman dan lain-lain. Pola kedua mamasukan tabligh sebagai bagian dari dakwah.
Dalam kaitan itu maka
filsafat dakwah dapat diberi pengertian sebagai kajian filsafat Islam yang
mendalam tentang status, tujuan dan hakekat dakwah. Dan filsafat dakwah
mendiskusikan persoalan-persoalan mendasar yang timbul dari proses dakwah,
untuk ditemukan jawaban yang mendalam dari berbagai persoalan filsafat pada
bidang dakwah bukanlah semata-mata mengenai materi pesan dalam dakwah yang
didekati secara filosofis, melainkan berkaitan dengan kebutuhan dakwah sebagai
subtansi kegiatan orang beriman yang menjadi dasar pertumbuhan dan pelahiran
ilmu dakwah.
Filsafat dakwah suatu
kajian dengan berbagai dimensi. Disatu fihak filsafat dakwah merupakan bagian
dari disiplin ilmu dakwah dan di pihak lain filsafat dakwah bagian dari
filsafat Islam. Menurut pandangan Dzikron Abdullah, Filsafat dakwah tidak lebih
dari sekedar "berpikir" yang diterapkan untuk memahami secara mendalam
dan mendasar segala hal mengenai dakwah. Oleh karena itu ia berpendapat,
filsafat dakwah pada dasarnya dari keilmuan dakwah.
B.
Pengertian Filsafat Dakwah Secara Epistimologi
Melihat pengertian
filsafat dari segi istilah (terminologi) maka Poedjawitna (1974:11)
mendefinisikan fisafat sebagai jenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab
yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.
Plato menyatakan bahwa
filsafat ialah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli, dan bagi
Aristoteles filsafat adalah pengetahuan yang meliputi kebenaran yang tergabung
di dalamnya metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik, dan eksetika. Dan
Al-fareribi berpendapat filsapat ialah pengetahuan tentang alam wujud bagaimana
hakikatnya yang sebenarnya. Menurut Pyhtagoras filsafat ialah the love of
wisdom berarti manusia yang paling tinggi nilainya manusia pecinta
kebijakan (lover of Wisdom), sedangkan yang dimaksud dengan wisdom
olehnya kegiatan melakukan perenungan tentang Tuhan.
Immanuel Kant
mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan yang menjadi pangkal pokok segala
pengetahuan yang tercakup didalamnya empat persoalan:
·
Apa yang dapat
diketahu? (Jawabannya: Metafisika.)
·
Apa yang seharusnya
diketahui? (Jawabannya: Etika.)
·
Sampai dimana harapan
kita? (Jawabannya: Agama.)
·
Apakah itu manusia?
(Jawabannya: Antropologi. )
Menurut Hasbullah
Bakri, pengertian filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu secara
mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sedemikian rupa sehingga
dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu seharusnya
setelah mencapai pengetahuan itu.
Ketika membahas
filasafat dakwah Sayuti Farid memberi pengertian filsafat sebagai pemikiran
sedalam-dalamnya, seluas-luasnya dan sejauh-jauhnya tentang hakikat segala
"yang ada" yang mungkin ada." Intisari Filsafat menurut Harun
Nasution adalah berfikir (logika) yang bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma
dan agama), dilakukan secara mendalam sehingga mencapai ke dasar persoalan, ia
meliputi segala kegiatan-kegiatan reflektip dari budi manusia persorangan yang
berusaha untuk menemukan jawaban-jawaban yabg beralasan mengenai berbagai
persoalan filsafat. The Liang Gie mengidentifikasi, ada enam ciri utama sesuatu
persoalan itu dianggap sebagai persoalan
filsafati diantaranya:
1. Sangat umum bahwa persoalan filsafati mempunyai suatu tingkat keumuman
yang tinggi yang tidak bersangkutan dengan objek-objek khusus. Persoalan filsafati kebanyakan berkaitan dengan gagasan-gagasan besar yang umum.
yang tinggi yang tidak bersangkutan dengan objek-objek khusus. Persoalan filsafati kebanyakan berkaitan dengan gagasan-gagasan besar yang umum.
2. Tidak faktawi, maksudnya bahwa suatu persoalan filsafati berdifat
spekulatip dengan melanpaui batas-batas pengetahuan ilmiah. Persoalan filsafati
bersifat sfekulatif dengan melampaui batas-batas pengetahuan ilmiah.
3. Persoalan filsafati juga dicirikan oleh sifatnya yang bersangkutan dengan
nilai-nilai.
4. Dari perrsoalan fisafati terutama mengenai pemaknaan yakni berkaitan
dengaan pengungkapan dengan secara tegas atau penemuan arti secara konsep
atau apa saja yang dibicarakan.
dengaan pengungkapan dengan secara tegas atau penemuan arti secara konsep
atau apa saja yang dibicarakan.
5. Mencengangkan bahwa sesuatu yang mencengangkan tentang persoalan-
persoalan filsafati dalam arti kurangnya bukti yang berkaitan dan kurangnya
sesuatu tata cara yang jelas untuk menjawabnya.
persoalan filsafati dalam arti kurangnya bukti yang berkaitan dan kurangnya
sesuatu tata cara yang jelas untuk menjawabnya.
6. Implikatip maksudnya bahwa prsoalan filsafati biasanya melibatkan
implikasi- implikasi.
Dan adapun pengertian dakwah yang dikemukakan oleh Amrullah Achmad secara
istilah diantaranya:
a.
Dakwah adalah usaha
yang mengarah untuk memperbaiki suasana kehidupan yang lebih baik dan layak
sesuai dengan kehendak dan tuntunan kebenaran.
b. Dakwah adalah usaha membuka konfrontasi keyakinan ditengah manusia, membuka
kemungkinan bagi kemanusiaan untuk menetapkan pilihannya sendiri.
c.
Dakwah islam adalah
dakwah kepada setandar nilai-nilai kemanusiaan dalam tingkah laku
pribadi-pribadi didalam ubungan antar manusia dan sikap prilaku antar manusia.
d. Dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada benar yang
benar sesuai dengan perintah tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan
mereka di dunia dan akherat.
benar sesuai dengan perintah tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan
mereka di dunia dan akherat.
e.
Dakwah merupakan suatu
peruses usaha untuk mengajak agar orang
berimamn kepada Allah, percaya dan mentaati apa yang telah diberitakan oleh Rosul serta mengajak agar dalam menyembah kepada Allah seakan-akan
melihatnya.
berimamn kepada Allah, percaya dan mentaati apa yang telah diberitakan oleh Rosul serta mengajak agar dalam menyembah kepada Allah seakan-akan
melihatnya.
f.
Dakwah adalah usaha
mengubah situasi kepada yang lebih baik dan sempurna, baik kepada indivu maupun
masyarakat.
g. Dakwah adalah gerakan untuk merealisasikan undang-undang (ihya al- Nidaham)
Allah yang telah menurunkan kepada nabi Muhammad SAW.
h. Dakwah adalah mendorong (memotivasi) untuk manusia agar melaksanakan
kebaikan dan mengikuti peeeetunjuk serta memerintah perbutan makruf dan
memcegah dari perbuatan mungkar supaya mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan
akherat.
i.
Dakwah adalah setiap
usaha atau aktivitas dengan lisan atau lisan dan lainnya, yang bersifat
menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah
SWT, sesuai dengan garis-garis aqidah dan syariat-syariat serta akhlak
islamiyah.
Filsafat suatu ilmu merupakan
landasan pemikiran dari ilmu bersangkutan, titik tolak bagaimana ilmu tersebut
bermaksud mencapai tujuannya, filsafat yang bertemu dengan disiplin tertentu
akan menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh disiplin yang
bersangkutan. Artinya masalah tersebut berkaitan dengan disiplin keilmuan akan
tetapi perangkat ilmu atau metode keilmuan tidak dapat menjangkaunya, lalu
apakah definisi filsafat dakwah itu? Filsafat dakwah tentunya juga berusaha
untuk menjawab persoalan-persoalan yang tidak dapat dijawab oleh metode
keilmuan dakwah, sebab yang dikaji ialah sesuatu yang berada di luar disiplin
dakwah yang empiris. Filsafat dakwah berusaha menjawab apakah hakekat dakwah
(dimensi ontologis), bagaimanakah dakwah dapat direalisasikan secara lebih
memanusiakan manusia (aspek epistimologis) dan bagaimanakah dakwah berdaya guna
(dimensi aksiologis). Jadi filsafat lebih berorientasi secara rasional dan
konseptual ketimbang dimensi-dimensi emperisnya. Dengan demikian, definisi Filsafat
Dakwah ialah pemikiran mendalam dan konseptual yang menggunakan metode
kefilsafatan yang relevan untuk memahami usaha merealisasikan ajaran islam
dalam dataran kehidupan manusia melalui strategi, metode dan system yang
relevan dengan mempertimbangkan aspek masyarakat.
2.2 OBJEK KAJIAN FILSAFAT DAKWAH
Berfilsafat ialah
menemukan kebenaran yang sebenarnya. Jika kebenaran yang sebenarnya itu disusun
secara sitematis, jadilah ia sistematika filsafat. Sistematika filsafat itu
biasanya terbagi atas tiga jabang besar filsafat, yaitu teori pengetahuan,
teori hakikat dan teori nilai.
Isi filsafat ditentukan
oleh objek apa yang dipikirkan. Objek yang dipikirkan
oleh filosof ialah
segala yang ada dan yang mungkin ada jadi luas sekali. Objek yang diselidiki
filsafat ini disebut objek materia, yaitu segala yang ada dan mungkin ada tadi.
Tentang objek materia ini banyak yang sama dengan objek materia sains. Bedanya
ialah dalam dua hal.
1. Sains menyelidiki objek materia yang emfiris; filsafat menyelidiki objek
itu juga, tetapi bukan bagian yang empiris, melainkan bagian yang abtraknya.
2. Ada objek materia filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains,
seperti Tuhan, hari akhir, yaitu objek materia yang untuk selama-lamanya tidak
empiris.
A.
Objek Material Filsafat Dakwah
Objek
material filsafat dakwah adalah manusia, Islam, Allah, dan lingkungang (dunia).
Filsafat dakwah mencoba melihat proses interaksi antara manusia yang menjadi
subjek (da'i) dan objek (mad'u) dalam proses dakwah Islam sebagai pesan dakwah
dan lingkungan di mana manusia akan menerapkan dan mengamalkan nilai-nilai
Islam, serta Allah yang menurunkan Islam dan memberikan "acc"
(takdirnya) yang menyebabkan terjadinya perubahan keyakinan, sikap dan tindakan.
Objek
material dakwah, menurut penjelasan Cik Hasan Basri adalah unsur subtansial
ilmu dakwah yang terdiri dari enam komponen, yaitu Da'i, mad'u, metode, materi,
media dan tujuan dakwah.
Amrullah
Achmad berpendapat, objek material ilmu dakwah adalah semua aspek ajaran
islam(Al-qur'an dan Al- sunnah), hasil ijtihat dan realisasinya dalam sistem
pengetahuan, teknologi, sosial, hukum, pendidikan, dan lainnya khususnya kelembagaan
islam objek material ilmu dakwah inilah yang menunjukan bahwa ilmu dakwah
adalah satu rumpun dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, karena objek yang sama
juga dikaji oleh ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih, ilmu kalam, dan lainnya.
Ilmu dakwah menemukan sudut pandang yang berbeda dengan ilmu-ilmu keislaman itu
pada objek formanya yaitu kegiatan mengajak umat manusia supaya kembali kepada
fitrahnya sebagai muslim dalam seluruh aspek kehidupannya.
Dari
uraian diatas dapat ditekankan bahwa objek yang dikaji ilmu dakwah berkaitan
dengan objek kajian ilmu-ilmu keislaman, ilmu-ilmu sosial dan prilaku-prilaku
teknologi selainnya. Namun sudut pandang yang menjadi titik pembeda ilmu dakwah
dengan lainnya terletak pada objek forma kajian ilmu dakwah. Forma kajian ilmu
dakwah adalah kegiatan manusia yang memihak dan menerapkan kedalam segi-segi
kehidupan umat manusia ajaran islam sebagaimana dipahami dari sumber-sumber pokoknya,
termasuk nilai-nilai kebenaran dan kemanusian upaya yang menjadi objek forma
ilmu dakwah itu berfungsi untuk mengembalikan manusia dalam garis fitrah
mereka.
B.
Objek Formal Filsafat Dakwah
Deskripsi
tentang objek forma filsafat dakwah pada dasarnya menunjuk pada denotasi terma
dakwah. Filsafat dakwah adalah kumpulan pengetahuan yang
membahas
masalah dan segala hal yang timbul atau mengemuka dalam interaksi antar unsur
dari sistem dakwah agar diperoleh pengetahuan yang tepat dan benar mengenai kenyataan
dakwah (denotasi dari terma dakwah). Oleh karena itu menghindari terjadinya
kesenjangan antara konotasi dan denotasi terma dakwah , melalui pemberian
pengertian secara tepat perihal terma dakwah, melalui pemberian pengetian
secara tepat perihal terma dakwah, merupan suatu keharusan agar objek kajian
dakwah semakin jelas, maka filsafat dakwah memiliki hubungan yang signipikan
dengan dakwah, ditunjukan oleh kenyataan bahwa pratek dakwah akan semakin mendekati kepada bentuknya yang baik, tepat dan benar berkat
sumbangan yang diberikan oleh ilmu dakwah melalui kajian-kajian terhadap objek
forma ilmu dakwah.
Maka dari itu objek
forma ilmu dakwah secara terperinci dapat dipahami
sebagai problematika yang timbul dari interaksi antar unsur dalam sistem dakwah.
Unsur-unsur yang dimaksud adalah Doktrin Islam (DI), Da'i (D), Tujuan Dakwah
(TD) dan Mad'u (M). Problem yang terjadi antar unsur-unsur tersebut disebut objek forma dakwah yang dapat dirujukan sumber ilmunya secara tertentu dari macam- macam sumber tersebut. Interaksi tersebut dapat dilihat dari gambar berikut:
sebagai problematika yang timbul dari interaksi antar unsur dalam sistem dakwah.
Unsur-unsur yang dimaksud adalah Doktrin Islam (DI), Da'i (D), Tujuan Dakwah
(TD) dan Mad'u (M). Problem yang terjadi antar unsur-unsur tersebut disebut objek forma dakwah yang dapat dirujukan sumber ilmunya secara tertentu dari macam- macam sumber tersebut. Interaksi tersebut dapat dilihat dari gambar berikut:
Interaksi antara unsur
doktrin Islam dan Da'i (DI-D) melahirkan realitas
dakwah berupa problematika pemahaman da'i terhadap hakekat, status dan fungsi
dakwah dalam sistematika ajaran Islam. Problematika mempersoalkan dasar-dasar
umum dan hakekat dakwah sebagai realitas dari sistem Islam, esensi pesan Islam, pemahaman terdahap dinamika dakwah dalam sejarah menurut perspektip Al-Qur'an dan Hadits dan produk pemikiran mengenai ajaran Islam itu sendiri, baik yang tertuang dalam disiplin ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu tasawuf dan ilmu-ilmu keislaman lain yang dirujukan pada doktrin Islam. Realitas dakwah yang turun dari interaksi antar unsur Da'i dan Doktrin Islam (DI-I) ini merupakan oyek forma ilmu dakwah akan lahir pengetahuan dari teori dakwah yang berkaitan dengan realitas dakwah dari interaksi dua unsur tersebut bersumber dari wahyu (otoritas) dan akal (termasuk intuisi). Hal itu sejalan dengan cakupan Doktrin Islam yang meliputi al-Qur'an, hadits dan sejarah Islam. Sedangkan unsur Da'i meliputi seseorang atau sekelompok orang yang berusaha memahami dan mengaktualisasikan doktrin Islam.
dakwah berupa problematika pemahaman da'i terhadap hakekat, status dan fungsi
dakwah dalam sistematika ajaran Islam. Problematika mempersoalkan dasar-dasar
umum dan hakekat dakwah sebagai realitas dari sistem Islam, esensi pesan Islam, pemahaman terdahap dinamika dakwah dalam sejarah menurut perspektip Al-Qur'an dan Hadits dan produk pemikiran mengenai ajaran Islam itu sendiri, baik yang tertuang dalam disiplin ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu tasawuf dan ilmu-ilmu keislaman lain yang dirujukan pada doktrin Islam. Realitas dakwah yang turun dari interaksi antar unsur Da'i dan Doktrin Islam (DI-I) ini merupakan oyek forma ilmu dakwah akan lahir pengetahuan dari teori dakwah yang berkaitan dengan realitas dakwah dari interaksi dua unsur tersebut bersumber dari wahyu (otoritas) dan akal (termasuk intuisi). Hal itu sejalan dengan cakupan Doktrin Islam yang meliputi al-Qur'an, hadits dan sejarah Islam. Sedangkan unsur Da'i meliputi seseorang atau sekelompok orang yang berusaha memahami dan mengaktualisasikan doktrin Islam.
Realitas dakwah yang
muncul dari interaksi antara unsur da'i dan mad'u adalah kemungkinan penerimaan
dan penolakan mad'u terhadap pesan dakwah, dampak praktek dakwah terhadad kedua
unsur tersebut baik secara psikologis maupun sosiologis, problematika
perencanaan penyajian pesan dakwah yang yang berdasarkan fakta empiris yang ada
pada da'i dam mad'u, pengenalan pemahaman dan empati da'i terhadap realitas
dakwah yang muncul dari interaksi D-M ini merupkan objek forma dakwah terutama
program studi tabligh Islam. Dari kajian terhadap realitas itu akan lahir teori
dan pengetahuan tabligh, sumber ilmu yang relevan dengan objek forma ini adalah
indra, akal, intuisi (anfus) dan alam (al-afaq).
Interaksi antara mad'u
dan tujuan dakwah (M-TD) adalah problematika model (uswah) yang dapat diamati
secara empiris oleh mad'u yang berkaitan dengan bentuk nyata perilaku
individual (syakhsiyah) dan kolektif (jamaah) yang dapat dikatagorikan sebagai
perilaku dalam dimensi amal saleh. Problematika ini dapat disebut sebagai
masalah model empirik prilaku Islami dalam konteks pemecahan masalah-masalah
individual dan sosial dalam konteks pemecahan masalah-masalah individual dan
sosial dalam sistem kemasyarakatan. Realitas objek kajian ilmu dakwah terutama
program studi pengembangan masyarakat Islam.
Hasil kajian terhadap objek
forma ilmu dakwah daro interaksi model M-TD iniad pengetahuan dakwah yang
bercorak empiris dan fenomenologis. Oleh karena itu sumber ilmu dalam konteks
realitas tersebut adalah indra, akal, intuisi (anfus) dan alam (Al-falaq),
serta sejarah. Sumber ilmu wahyu dalam konteks ini lebih cenderung bersifat
konfirmatif dan komplementatif. Hal itu karena sumber wahyu tidak memiliki hubungan
langsung dengan dunia empirik.
Demikian juga, sumber
wahyu (otoritas) tidak bersifat signifikan dalam berkedudukan sebagai sumber
ilmu yang melahirkan pengetahuan dakwah, fakta kajian itu diarahkan pada objek
forma yang muncul dari interaksi antara da'i dan tujuan dakwah (D-TD), realitas
empiris yang muncul dari interaksi model D-TD adalah problematika efisiensi dan
efentifitas penggunaan sumber daya yang tersedia dalam sistem dakwah, guna
mencapai sasaran dan tujuan dakwah. Terhadap objek forma itu, sumber ilmu yang
penting adalah indra, akal, intuisi.
Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa, interaksi model DI-TD
disebut sebagai objek forma dakwah yang berkaitan dengan perumusan dan
pemahaman dasar-dasar dakwah dan ajaran islam sebagai sumber dakwah. Interaksi
model D-M adalah objek forma yang berhubungan dengan problem tabligh islam atau
problem dakwahbil- lisan danbil-qalam. Interaksi model M-TD adalah objek forma
dakwah yang berkaitan dengan problem organisasional dan dakwah Islam atau
problem manajemen dakwah. Sumber ilmu dan pengetahuan dakwah pada pokok-pokok wahyu
dan akal, ketika objek forma itu terdiri dari ayat-ayat qauniyah, maka otoritas
atau wahyu menempati posisi tidak pokok dalam kedudukannya sebagai sumber ilmu pengetahuan.
Terhadap objek forma ayat-ayat kauniyah, sumber ilmu adalah yang berkaitan
langsung dengan realitas empiris, yaitu indra, akal, intuisi dan alam.
2.3 Tujuan Mengkaji Filsafat Dakwah
A.
Tujuan Dakwah
Tujuan
merupakan pernyataan bermakna, keinginan yang dijadikan pedoman menajemen
puncak organisasi untuk meraih hasil tertentu atas kegiatan yang dilakukan
dalam dimensi waktu tertentu. Tujuan (objective) diasumsikan berbeda dengan
sasaran (goals). Dalam tujuan memiliki target-target tertentu untuk dicapai
dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan sasaran adalah pernyataan yang telah
ditetapkan oleh manajemen puncak untuk menentukan arah organisasi dalam jangka
panjang. Sebenarnya tujuan dakwah itu adalah tujuan diturunkan ajaran islam
bagi umat manusia itu sendiri, yaitu untuk membuat manusia memiliki kualitas
akidah, ibadah, serta akhlak yang tinggi.
Salah satu
contoh pokok dari Rasulullah Saw adalah membawa amanah suci berupa
menyempurnakan akhlah yang mulia bagi manusia. Dan akhlak yang dimaksudkan ini
tidak lain adalah Al-Qur’an itu sendiri sebab hanya kepada Al-Qur’an-lah setiap
pribadi muslim itu akan berpedoman.
B.
Secara umum tujuan dakwah dalam Al-Qur’an adalah:
·
Dakwah
bertujuan untuk menghidupkan hati yang mati.
·
Agar
manusia mendapatkan ampunan atas segala dosa-dosanya dan menghindarkan azab
dari Allah.
·
Untuk
menyembah Allah dan tidak menyekutannya.
·
Untuk
menegakkan agama dan tidak terpecah-pecah.
·
Mengajak
dan menuntun kejalan yang lurus.
·
Untuk
menghilangkan pagar penghalang sampainya ayat-ayat Allah ke dalam lubuk hati
masyarakat.
Secara teoritis konseptual,
filsafat dakwah dapat menjadi instrument dalam merumuskan pokok-pokok esensial
dari foktrin agama islam yang berdimensi Rahmatan Lil A’lamin, sehingga produk
perumusan ini akan berbentuk pemahaman yang utuh (tidak persial) tentang
subtansi islam, yang dalam level aplikatifnya dapat memunculkan inovasi bermutu
dan responsive dan tantangan hidup. Sedangkan secara aksiologis, filsafat
dakwah mendorong setiap individu manusia untuk selalu meneladani sifat-sifat
terpuji dari Nabi Muhammad SAW beserta tradisi kehidupan yang secara moral dan
mental tanpa cela, sehingga di dalam jiwa (rohani) manusia akan terpatri suatu
kesadaran eksitensial, bahwa dirinya adalah khalifahtullah di muka bumi yang
bertugas mulia untuk memakmurkannya secara berkemanusian.
Objek kajian filsafat dakwah ialah pemikiran yang mendalam dan
radikal, logis dan sistematis tentang proses usaha merealisasikan ajaran islam
dalam dataran kehidupan umat manusia melalui strategi, metodelogis dan system
yang relevan dengan mempertimbangkan dimensi masyarakat khususnya umat islam.
C.
Beberapa Tujuan Mengkaji Filsafat Dakwah
a.
Mendalami hasanah pemikiran filsafat
dakwah islam yang ternuansakan dalam berbagai pemikiran islam yang klasik.
Dalam hal ini kita dianjurkan untuk memahami pemikiran teologi mu’tazilah,
maturidiyah, asyariyah, mazhab syi’ah, filsafat islam di timur, dan filsafat
islam barat beserta para ilmuannya sehingga kita bisa menggali atau mengambil
manfaat yang ada dalam pemikiran klasik tersebut.
b.
Menggali pemikiran baru tentang
filsafat dakwah islam baik dari akses kepustakaan maupun studi kasus yang
konklusinya edukatif.
c.
Merumuskan konsep bahwa manusialah
yang membutuhkan pada agama islam. Bukan islam yang membutuhkan mereka jadi
setiap manusia secara psikologis merasa haus mendapatkan “kebahagiaan hati
nurani” (fithroh) sehingga nilai kebenaran yang hakiki harus diperjuangkan
mati-matian dan dunia hanyalah sebagai persinggahan (jembatan) yang amat
sementara menuju kehidupan yang abadi di akherat. Karena itu hidup di dunia
harus beramal shaleh.
d.
Menegakkan argumentasi rasional
dalam perumusan system dakwah islam agar supaya tidak mudah di-dekonstrusi
siapa pun, dari argumentasi tersebut kita bisa berpijak pada fakta-fakta
empiris yang secara hipotesis dapat diperkuat dengan argumentsi deduktif, baik
lewat penggunaan dalil NAQLI maupun dalil ‘AQLI dalam arti luas.
Allah
SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Serulah
manusia kepada jalam Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dijalan-Nya dan dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (An-Nahl : 125).
e.
Selalu memperbaharui strategi dakwah
islam secara alternative sesuai dengan tingkat kesulitan problem masyarakat
yang dihadapinya agar supaya strategi tersebut tidak mengedepankan target
kuantitatif, tetapi lebih mengutamakan capaian kualitatif terutama tercerahnya
wawasan dan perilaku islami masyarakat.
Pembaharuan strategi dakwah islam atau
reformasi strategi dakwah islamiyah dalam era millennium ketiga adalah agenda
sosialisasi doktrin (teks) agama islam yang secara visi-konseptual selalu direformasi
sesuai dengan konteks perubahan social budaya lewat formulasi strategi dakwah
yang fokus terhadap berbagai problematika matra, struktur yang terkadang sangat
kontradiktif dengan urgensi pembelaan harkat martabat kemanusian khususnya
karena makin menguatkan hegomoni entitas kultur modernisme.
Ada
empat visi-konseptual dalam reformasi strategi dakwah islamiyah antara lain:
1. Visi
teologi, bahwa dakwah islamiyah berorientasi pada konsistensi integral antara
iman (spiritual-metafisis) dan amal saleh sebagai ekspresi jiwa yang syahdu
(mesra) dalam berinterksi dengan Allah SWT. Berhubungan dengan yang diatas yang
perlu direformasi adalah wawasan keagamaan yang parsial (sepotong-sepotong)
harus dikritisi (diperbaiki) dalam bentuk re-formulasi wawasan baru yang
meng-integrasikan dimensi aqidah (teologis) kedalam setiap prilaku nyata
sehari-hari.
2. Visi
syari’at, bahwa dakwah islamiyah berorientasi pada kewajiban beribadah mahdhah
atau mu’amalah sebagai bukti kongkrit penjabaran kualitas keberiman kepada Allah
SWT, yang mana dominasi alasan fiqhiyah harus dperseimbangkan dengan urgensi
spirit matra-matar keihlasan sehigga produk perilaku nyata selalu berdimensi
etika yang luhur dan bekemanusian, untuk memperoleh kepuasan batin.
3. Visi
sosio-struktural, bahwa Dakwah islamiyah terfokus pada meresponsi konteks agar
perubahan social yang dikreasikan bisa lebih baik, tanpa ekses ketercerabutan
dari budaya lokal yang tetap baik dan dinamis, dimana kontek hegemoni aneka
kultur moderenisme yang mengglobal dan segenap efek negatifnya harus dipahami
dan serius diantisipasi (seperti materialisme, sekularisme) agar dalam konsep
Dakwah islam itu terkandung tawaran-tawaran inovasi atau solusi yang feasible.
4. Visi
strategi kelembagaan, bahwa Dakwah Islamiyah perlu penataan baru (re-strukturisasi)
atas management organisasi yang ada, baik dalam aspek SDM maupun aspek system
operasional dan penadaannya, yang mana secara periodik menyelenggarakan
pelatihan intensif tentang strategi Dakwah Islamiyah, agar supaya tercetak SDM
yang cerdas secara metodologis dan gesit mendatangkan dana kelembagaan sehingga
masyarakat bisa merasakan manfaat Dakwah tersebut.
Secara garis
besarnya, selain hal-hal yang tersebut di atas, Tujuan Mengkaji Filsafat Dakwah
Islam adalah: Pertama, memperkuat apresiasi berpikirnya masyarakat
tentang kehebatan nilai agama islam sehingga wajib ditegakkan agar supaya
mereka benar-benar merasakan bahwa islam memang bermuatan “Rahmatan lil
‘Alamin”. Kedua, Dakwah islam akan lebih efektif dan disegani jika
disampaikan secara lengkap lewat metode lisan atau pemikiran yang konseptual
dan diverifikasi dengan inovasi kongkret (pembuktian) yang bisa dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat. Ketiga, Cerdas Meresponi masalah
(problematika) baru dalam bentuk solusi pemikiran islam alternatif yang
dilengakapi dengan konsep inovasinya (jalan keluar) secara kontekstual sehingga
masyarakat terindar dari keterbelakangan yang akut.
BAB III
KESIMPULAN
Filsafat
dakwah terutama mengkaji status dakwah dalam sistem ajaran Islam, apa tugas
kekhalifahan manusia, bagaimana perwujudan masyarakat adil makmur yang diridhai
Allah, apakah tujuan dakwah.
Sedangkan
dalam kedudukan sebagai bagian dari filsafat Islam, filsafat dakwah terutama
mengkaji persoalan-persoalan filsafati yang menjadi bagian dari
kajian filsafat
islam khusus yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang timbul sebagai
akibat atau yang berasal dari dinamika dan proses dakwah. Ia mengkaji alasan
manusia memerlukan agama, mengapa agama perlu didakwahkan, apa tujuan akhir dakwah
dan persoalan-persoalan etika dakwah serta rasinalisasi hal-hal yang timbul dari
dakwah.
Dalam
kaitan itu, maka filsafat dakwah dapat diberi pengerian sebagai kajian islam
yang mendalam tentang status tujan dan hakikat dakwah. Filsafat dawah mendikusikan
persoalan-persoalan mendasar yang timbul dari peroses dakwah, untuk ditemukan
jawaban yang mendalam dari berbagai persoalan filsafati dalam bidang dakwah.
Pembahasan filsafat dakwah bukanlah semata-semata mengenai materi pesan dalam
dakwah yang didekati sacara filosofis, melainkan berkaitan dengan keutuhan dakwah
sebagai substansi kegiatan orang yang beriman yang menjadi dasar pertumbuhan
dan kelahiran ilmu dakwah.
Objek
material filsafat dakwah dengan ilmu-ilmu sosial. Prilaku keislaman adalah
ruang persentuhan objek material ilmu dakwah dengan ilmu-ilmu keislaman. Sedangkan
prilaku teknologis adalah ruang persentuahan objek material ilmu dakwah dengan
penerapan teknologi untuk kesejahteraan manusia (seperti teknologi komunikasi).
Objek
forma filsafat dakwah pada dasarnya menunjuk pada denotasi terma dakwah.
filsafat dakwah adalah kumpulan pengetahuan yang membahas masalah dan segala
hal yang timbul atau mengemukakan dalam interaksi antar unsur dari sistem dakwah
agar diperoleh pengetahuan yang tepat dan benar mengenai kenyataan dakwah.
Selanjutnya, tujuan mempelajari filsafat dakwah yaitu: Pertama, memperkuat
apresiasi berpikirnya masyarakat tentang kehebatan nilai agama islam sehingga
wajib ditegakkan agar supaya mereka benar-benar merasakan bahwa islam memang
bermuatan “Rahmatan lil ‘Alamin”. Kedua, Dakwah islam akan lebih efektif
dan disegani jika disampaikan secara lengkap lewat metode lisan atau pemikiran
yang konseptual dan diverifikasi dengan inovasi kongkret (pembuktian) yang bisa
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Ketiga, Cerdas Meresponi masalah
(problematika) baru dalam bentuk solusi pemikiran islam alternatif yang
dilengakapi dengan konsep inovasinya (jalan keluar) secara kontekstual sehingga
masyarakat terindar dari keterbelakangan yang akut.
Akhirnya, “tak ada gading yang tak retak” semoga
makalah ini menjadi penunjang khajanah keilmuan khususnya bagi penulis yang
penulis tidak dapatkan ketika berada di ruang kelas, umumnya bagi para pecinta
ilmu yang selalu haus akan pengetahuan dan yang selalu rindu akan puncaknya
ilmu yaitu kebijaksanaan.
Kesan Pesan
Assalamu’alaikum
Apa yang harus kami
katakan ketika kami disuruh memberikan penilaian terhadap dosen yang telah
memberikan pengajaran kepada kami pada khususnya. Namun disini kami juga
mempunyai hak terhadap apa yang seharusnya kami dapatkan ketika duduk diruang
kelas dibalik semua kesibukan yang dimiliki sang dosen. Semoga tulisan ini
menjadi catatan bagi perbaikan kita selanjutnya. Dimana ada kesinergisan antara
hak dan kewajiban dosen dengan mahasiswa.
Mata kuliah Filsafat Dakwah yang mungkin bisa
dikatakan sebagai asas dakwah yang mempunyai peranan penting bagi
keberlangsungan proses dakwah. Dan sekaligus mata kuliah ini telah memberikan
sedikitya nuansa baru bagi paradigma saya tentang dakwah. Namun, diatas
kepentingan ilmu itu ternyata masih banyak yang belum saya temukan dan dapatkan
ketika duduk memperhatikan untaian kata dari bapak di ruang kelas.
Memenuhi semua pertemuan yang telah
dijadwalkan adalah sebuah kewajiban bagi dosen yang harus ditunaikan. Jadi,
alangkah bijak ketika dosen menunaikan jadwal pertemuan secara maksimal dan
memperhatikan mahasiswa yang harus terbengkalai karena dosen tidak hadir. Tapi
semoga ini hanya tidak menjadi hutang yang memberatkan kita di akhirat kelak
nannti. Amin.
Terimakasih sekali lagi
saya ucapkan kepada bapak dosen yang telah meluangkan waktu dan menuangkan ilmu
kepada kami.
Wassalam dan
Salam Hormat,
Dedi Rahman
Daftar Fustaka
Agus Ahmad Safei. 2003.
Memimpin Dengan Hati Yang Selesai. Bandung: Pustaka Setia.
Muhammad Sulthon. 2003.
Desain Ilmu Dakwah. Yogyakarta: Pustataka Pelajar.
Ahmad Tafsir. 2003. Filsafat Umum. Bandung: Rosda karya.
Ahmad Tafsir. 2003. Filsafat Umum. Bandung: Rosda karya.
Amrullah Ahmad. 1985.
Dakwah Islam dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: PLP2M
Syukriadi Sambas. 1999.
Filsafat Dakwah. Bandung: KP Hadid Fakultas Dakwah
IAIN SGD.
The Liang Gie. 1977.
Suatu Konsepsi Ke Arah Penertiban Bidang Filsafat, terj. Ali Mudhofir.
Yogyakarta: Karya Kencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar