Senin, 19 Desember 2011

Tasawuf Imam Al Gozali

A.           PENDAHULUAN
Tasawuf sebagai salah satu ilmu esoterik islam memang selalu menarik untuk diperbincangkan. Terlebih pada saat ini dimana masyarakat seakan dikatakan mengalami kekeringan spiritual sehingga tasawuf dianggaap sebagai satu obat ampuh untuk mengobati kehampaan tersebut.
Terlepas dari banyaknya pro dan kontra seputar asal mula munculnya tasawuf harus kita akui bahwa nilai-nilai tasawuf memang sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Setidaknya tasawuf pada saat itu terlihat secara konseptual dari tingkah laku nabi yang pada akhirnya kita namakan dengan nilai-nilai sufi seperti sikap zuhud, sabar, qona’ah, rendah hati, dan lain sebagainya. Hal tersebut sangatlah wajar karena misi terpenting nabi adalah untuk memperbaiki dan sekaligus meyempurnakan akhlak masyarakat arab dulu. Seperti termaktub dalam hadits “innama buitstu li utammima makarima al-akhlak” (sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak).
Dalam islam tasawuf digambarkan sebagai salah satu aspek dari segi tiga yang sangat berhubungan erat. Segi tiga itu yaitu pertama: Islam, sebagai aspek ‘amali yang meliputi ritual-ritual ibadah dan muamalah yang pada perkembangannya lebih akrab disebut dengan syari’ah. Kedua: Iman, sebagai aspek i’tiqodi yang termasuk didalamnya iman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, utusan-utusanNya, hari ahir dan takdirNya. Ketiga: Ihsan, sebagai aspek al-ruhi yaitu aspek kejiwaan. Di dalam aspek kejiwaan inilah terkandung banyak sekali maqam atau sifat-sifat yang nantinya akan disebut dengan istilah tasawuf atau hakikat.
Diantara salah satu tokoh tasawuf islam yang sangat terkenal adalah Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Ahmad al-Thusi atau yang kita kenal dengan sebutan Imam Al-Ghazali. Beliau telah berhasil menggagas kaedah-kaedah tasawuf yang terkumpul dalam karya monumentalnya Ihya’ U’lum al-Din (The Revival of Religion Sciences). Karya al-Ghazali ini dianggap sebagai jembatan yang mendamaikan syari’at dengan tasawuf yang sempat mengalami clash pada zaman itu. Dalam sejarah Islam memang terkenal adanya pertentangan keras antara kaum syari'at dan kaum hakekat, gelar yang diberikan kepada kaum sufi. Pertentangan ini mereda setelah al-Ghazali datang dengan pengalamannya bahwa jalan sufilah yang dapat membawa orang kepada kebenaran yang menyakinkan. Lebih dalam lagi karya al-Ghazali dianggap sebagai cikal bakal dari tumbuhnya berbagai aliran tasawuf modern yang saat ini sedang banyak diminati oleh masyarakat.

B.           SEKILAS TENTANG AL-GHAZALI
Abu Hamid Ghazali, nama lengkapnya Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Gazali, lahir di Thus provinsi Khurasan, wilayah Persia / Iran sekarang 450 H / 1058 M dan meninggal 14 Jumadil Akhir 505 H / 19 Desember 1111 M, lebih dikenal dengan nama Imam Al-Ghazali.
Sebelum ayahnya meninggal dunia, ketika Al-Ghazali masih kecil, beliau dan saudaranya telah diserahkan kepada seorang ahli tasawuf yang kelak mendidiknya. Di Durjan, beliau mempelajari ilmu Fiqih dan bahasa Arab. Dari sana beliau melanjutkan perjalanannya ke kota Naisabur, dekat Thus. Di sini beliau belajar kepada Imam Al-Haramain. Kepala sekolah Nizamiyah di Naisabur. Kemudian menjadi guru dan mengajar perguruan tersebut. Selanjutnya, pindah dan mengajar pula di sekolah Nizamiyah Baghdad, lalu menjabat sebagai Direktur sekolah-sekolah Nizamiyah seluruh Baghdad. Kedalaman dan keluasan ilmunya telah menyebabkannya ragu terhadap kebenaran hasil pengetahuan yang diperoleh melalui panca indera, melalui akal pikiran. Ia ragu pula terhadap Mutakallimin, para Filosof, dan golongan Syi’ah Batiniyyah.
Apa yang dicarinya selama ini tentang jalan yang benar ditemukannya di dalam tasawuf, di mana ia merasakan kejernihan pikiran sehingga terbukalah baginya ilmu yang tak pernah didapatkannya sebelumnya. Hatinya menjadi terang, sikapnya menjadi tabah, serta memperoleh “kepastian” tentang ilmu. Beliau berani meninggalkan segala kemewahan, harta kekayaan, kehormatan, dan keluarga yang ada di Baghdad untuk kemudian pergi ke Suriah pada tahun 489 H. Sebelumnya, segala harta kekayaan yang diperoleh di Baghdad telah diwakafkan terlebih dahulu. Di kota Damaskus, beliau tinggal selama 11 tahun.
Di Damaskus inilah mula-mula beliau melakukan pertobatannya dengan melakukan khalwat, beriktikaf, menyucikan diri dan jiwanya, membersihkan akhlak dan budi pekertinya, selalu berfikir tentang Allah SWT. Di situ kemudian beliau pergi ke Yerussalem. Di sini pula beliau menetap dan berkhalwat di Masjid Baitul Maqdis. Lama-kelamaan kemudian sesudah itu, beliau pergi ke Mesir dan seterusnya ke Mekkah dan Madinah untuk menunaikan ibadah haji.
Kadang-kadang Al-Ghazali pulang ke Baghdad untuk sekedar menengok keluarganya. Kehidupan yang demikian ini berjalan bertahun-tahun. Setelah sekian lama berada di dalam pengembaraan, akhirnya beliau pulang kembali dan menetap di Baghdad.
Setelah mengarungi lautan hidup yang luas itu, menyalami ilmu yang sangat dalam serta menegakkan ibadah, maka pada tanggal 9 Desember 1111 M ( 505 H ), Hujjah al-Islam, Waliyyullah, dan filosof Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad Al-Ghazali berpulang ke rahmatullah.

C.           AJARAN TASAWUF AL-GHAZALI
1.        MAHABBAH ( CINTA ).
        Mahabbah ( cinta ) itu – pertama-tama – ada berlaku di antara Allah dan para wali-Nya. Al-Qur’an telah mengisyaratkan hal itu. Allah berfirman : Adapun orang-orang yang beriman itu sangat cinta kepada Allah ( Q.S 2: 165 ). Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya ( Q.S 5: 54 ).
        Jika anda berkata dan nafsu Anda yang buruk itu memberontak, ”Bagaimana engkau mencintai orang yang tidak engkau lihat dan ia bukan dari jenismu ?” Sesungguhnya Anda mencintai Sang Pencipta melalui keindahan ciptaan-ciptaan-Nya yang tampak. Perhatikanlah tanah yang luas beserta isinya berupa berbagai lukisan indah, sayuran, pepohonan, buah-buahan, dan sungai-sungai. Lihatlah angkasa dan seisinya berupa pergantian siang dan malam ; matahari, bulan, serta planet-planet yang besar dan kecil. Ini semua merupakan tanda-tanda ciptaan pencipta dan bukti keabadian keberadaan-Nya. Maha Suci Tuhan yang mencipta segala ciptaan. Karena itu, diri anda akan bimbang manakala anda memikirkan yang lebih agung daripada yang anda lihat dan yang anda dengar. Yang menunjukkan kepada anda, sebagai bukti terkuat dan kecintaan kepada-Nya, adalah kenikmatan orang yang mendengar kalam-Nya. Sebab, ia merupakan mukjizat yang tiada bandingannya. Dengan itu, ditunjukkan kecintaan kepada yang Maha Berbicara.

2.      ILMU DAN AMAL.
            Orang-orang yang di istimewakan ( al-Khawwash ) di antara makhluk-makhluk Allah itu ada tiga, yaitu ‘alim ( orang berilmu ), arif ( orang bijak ), dan nasik ( ahli ibadah / orang yang tekun beribadah ). ‘Alim adalah orang yang mengetahui dan menguasai ilmu-ilmu lahir, lalu mengamalkannya.
            Ilmu itu banyak macamnya. Yang paling dekat adalah yang menunjukkan pada akhirat seperti ilmu syari’at, tafsir, ilmu hadits, bacaan Al-Qur’an, dan hapalan wirid-wirid yang disebutkan di dalam al-ihya.
            Di antara ilmu-ilmu itu, ada yang berbahaya, seperti mengamalkan sihir-sihir dan perdukunan. Dari sejumlah ilmu-ilmu yang dipahami, ada yang membantu anda memperoleh ilmu ke akhiratan. Karena itu, jadilah orang yang beramal, niscaya anda mencapai tujuan yang tertinggi di rumah Allah yang paling baik. Di sanalah, anda menetap tanpa kegelisahan. “Di dalam taman-taman dan sungai-sungai, di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Maha Kuasa”. ( Q.S 54 : 54 – 55 ).
3.      MAKNA TASAWUF
            Engkau bertanya tentang apa itu tasawuf. Ketahuilah bahwa tasawuf itu ada dua hal, yaitu ketulusan kepada Allah dan pergaulan yang baik sesama manusia. Setiap orang yang tulus kepada Allah dan membaguskan pergaulannya dengan sesama manusia disebut sufi. Ketulusan kepada Allah berarti menghilangkan kepentingan-kepentingan diri untuk melaksanakan perintah Allah. Sementara pergaulan yang baik antar sesama manusia adalah tidak mengutamakan keinginannya di atas keinginan manusia, selama keinginan mereka itu sesuai dengan syari’at. Sebab, setiap orang yang rela terhadap penyimpangan syari’at / dia yang mengingkarinya, dia bukanlah sufi. Jika dia mengaku seorang sufi, berarti dia telah berdusta.

4.      MAKNA IBADAH
            Engkau pun bertanya tentang makna ibadah. Ketahuilah bahwa ibadah memelihara kehadiran bersama Al-Haqq tanpa merasakan yang lain, bahkan melalaikan sesuatu selain-Nya. Hal ini tidak dapat dilakukan kecuali dengan tiga hal berikut :
1. Perhatian terhadap perintah syari’at.
2. Keridhaan terhadap Qadha, Qadhar, dan karunia Allah.
3. Meninggalkan tuntutan pilihan dirinya dan merasa senang terhadap pilihan Allah.

5.      TAWAKAL DAN KEIKHLASAN
            Engkau bertanya tentang apa itu tawakal. Ketahuilah, bahwa tawakal adalah engkau meyakini apa-apa yang Allah janjikan dengan keyakinan yang tidak dapat dilemahkan oleh berbagai bencana, betapapun banyak dan besarnya bencana itu.
            Demikian pula, engkau bertanya tentang makna keikhlasan. Ketahuilah, bahwa keikhlasan itu berarti bahwa semua perbuatanmu dilakukan karena Allah. Kalbumu tidak berpaling kepada sesuatu dari makhluk, baik ketika melakukan amalan tersebut maupun sesudahnya, seakan-akan engkau menyukai kemunsulan pengaruh ketaatan kepada mu dari pancaran wajahmu dan kemunculan bekas sujud pada dahimu.

D.     PENUTUP

Kesimpulan
1.      Imam Ghazali ; nama lengkapnya Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Gazali, lahir di Thus provinsi Khurasan, wilayah Persia / Iran sekarang 450 H / 1058 M dan meninggal 14 Jumadil Akhir 505 H / 19 Desember 1111 M.
2.      Ajaran-ajaran tasawuf Imam Ghazali adalah tentang masalah : cinta ( mahabbah ), ilmu dan amal, makna tasawuf, makna ibadah, serta tawakal dan ikhlas.
3.      Kitab-kitab karangan Imam Ghazali di antaranya : Ihya ‘Ulum al-Din dan al-Munqidz min al-Dalal.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Depag. 1993. Ensiklopedi Islam I 11 M. ( Jakarta : C.V Anda Utama ).
2.      Al-Ghazali, Imam. 1998. Kegelisahan Al-Ghazali. ( Bandung : Pustaka Hidayah ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar