BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Pekerja Seks Komersial (PSK)
atau yang biasa dikenal dengan prostitusi(Pelacuran) bukanlah masalah baru akan
tetapi merupakan masalah lama yangbaru diangkat. Di lihat dari perkembangan
peradaban manusia, hampir semua Negara memiliki permasalahan di bidang
prostitusi. Belum ada sebuah Negarayang meniadakan praktek prostitusi selain
hanya menertibkannya. Tidak jarang praktek
prostitusi ini ditentang oleh
kaum agamawan termasuk masyarakat sendiri.
Harus dilihat bahwa praktek prostitusi merupakan realitas sosial yang tidak
dapat dipungkiri lagi. praktek prostitusi tersebut itu sendir bertentangan dengan
moral, susila dan agama yang setiap saat dapat merusak
keutuhankeluarga.Istilah pelacuran berasal
dari bahasa latin pro-situere yang berarti membiarkan diri berbuat zinah,
melakukan persundalan, pencabulan. Sedangkan prostitue dikenal pula
dengan istilah wanita
tuna susila (WTS). Pelacuran
merupakan profesi yang sangat tua usianya dan sering dikatakan setua umur
kehidupan itu sendiri. Pelacuran ini selalu ada pada semua negara berbudaya
sejak zaman purba sampai sekarang dan senantiasa menjadi masalah sosial,
menjadi objek urusan hukum dan tradisi. Selanjutnya, dengan berkembangnya
teknologi, industri dan kebudayaan manusia, turut berkembang pula praktek pelacuran dalam berbagai bentuk
dan tingkatannya.
Para pelacur atau WTS yang
menjadikan pelacuran sebagai lapangan kerja tersebut dapat digolongkan dalam
dua kategori yaitu mereka yang melakukan profesinya dengan sadar dan sukarela
berdasarkan motivasi tertentu, atau mereka yang melakukannya karena ditawan
atau dijebak oleh germo. Di tengah-tengah terjadinya reaksi terhadap praktek
prostitusi ternyata tidak membuat kegiatan prostitusi berkurang tetapi justru
cenderung bertambah kuantitasnya. Hal ini terjadi karena disamping faktor
akulturasi budaya ada juga faktor lain seperti ekonomi maupun karena kondisi
tertentu seperti, pengaruh lingkungan dan lain sebagainya.
Pemerintah harus berperan
secara maksimal sehingga diharapkan praktek prostitusi dapat
berkurang melalui kegiatan
pembinaan atas kerja
sama interdepartemental. Masyarakat pun harus mengambil peran yang
maksimal untuk mendukung peran pemerintah
khususnya dalam upaya
mengurangi praktek prostitusi.
Aparat penegak hukum juga harus bertindak secara tegas dalam menjalankan aturan
tentang larangan praktek prostitusi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI PELACURAN
Profesor
W.A. Bonger dalam tulisannya Maatschappelijke Oorzaken der Prostitutie menulis
definisi sebagai berikut:
Prostitusi
ialah gejala kemasyarakatan dimana wanita menjual diri melakukan
perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencaharian.[1]
Sarjana
P.J. de Bruine menyatakan sebagai berikut.
Prostitusi
adalah penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki dengan
pembayaran.
Selanjutnya,
beberapa definisi yang di sebutkan dalam buku Patologi Sosial karangan Kartini
Kartono menyebutkan:
a.
Prostitusi adalah bentuk penyimpangan seksual,
dengan pola-pola organisasi impuls/dorongan seks yang tidak wajar dan tidak
terintegrasi dalam bentuk pelampiasan nafsu-nafsu seks tanpa kendali dengan
banyak orang (promoskuitas), disertai eksploitasi dan komersialisasi seks yang
impersonal tanpa afeksi sifatnya.[2]
b.
Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri
(persundalan) dengan jalan memperjualbelikan badan, kehormatan, dan
keperibadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan
imbalan bayaran.
c.
Pelacuran ialah perbuatan perempuan atau
laki-laki yang menyerahkan badannya untuk berbuat cabul secara seksual dengan
mendapatkan upah.
B.
CIRI-CIRI DAN FUNGSI PELACURAN
Ciri-ciri
khas dari pelacur itu ialah sebagai berikut:
1.
Wanita, lawan pelacur ialah gigolo (pelacur
laki-laki)
2.
Cantik, ayu, rupawan, manis, atraktif menarik,
baik wajah maupun tubuhnya, bisa merangsang selera seks kaum pria.
3.
Masih muda-muda. 75% dari jumlah pelacur di
kota-kota ada di bawah 30 tahun. Yang terbanyak ialah 17-25 tahun. Pelacuran
kelas rendahan dan menengah acap kali mempekerjakan gadis-gadis pra-puber
berusia 11-15 tahun, yang ditawarkan sebagai barang baru.
4.
Pakaian yang sangat mencolok, beraneka warna,
sering aneh-aneh, mereka itu biasanya lebih memperhatikan penampilan
lahiriahnya, seperti wajah, rambut, pakaian, alat-alat kosmetik, dan farpum
yang merangsang.
5.
Menggunakan teknik-teknik seksual yang
mekanistik, cepat, tidak hadir secara psikis, tanpa emosi dan afeksi, tidak
pernah mencapai orgasme sangat provokatif dalam ber-coitus, dan biasanya
dilakukan secara kasar.
6.
Pelacur-pelacur profesional dari kelas rendah
dan menegah kebanyakan berasal dari strata ekonomi dan strata sosial yang
rendah. Mereka pada umumnya tidak mempunyai keterampilan dan kurang pendidikan.
Modalnya ialah kecantikan dan kemudaannya.
7.
60-80% dari jumlah pelacur ini memiliki intelek
yang normal. Kurang dari 5% adalah mereka yang lemah ingatan. Selebihnya adalah
mereka yang ada pada garis-garis batas, yang tidak menentu atau tidak jelas
derajat intelegensinya.
Namun, bagaimanapun rendahnya
kedudukan sosial pelacur, ada pula fungsi pelacuran yang positif sifatnya
ditengah-tengah masyarakat, yaitu sebagai berikut:
1.
Menjadi sumber pelancar bisnis
2.
Menjadi sumber kesenangan bagi kaum politisi
yang harus berpisah dengan istri dan keluarganya, dan dijadikan alat untuk
mencapai tujuan-tujuan politik tertentu.
3.
Menjadi sumber hiburan bagi kelompok dan
individu yang mempunyai pekerjaan mobil misalnya: pedagang, sopir-sopir,
pengemudi, anggota tentara, pelaut, polisi, buaya-buaya seks, playboy,
pria-pria single atau pria yang baru bercerai, laki-laki iseng dan kesepian,
mahasiswa, anak-anak remaja dan adolense yang ingin tahu, suami-suami yang
tidak puas di rumah, dan seterusnya.
4.
Menjadi sumber pelayanan bagi orang yang
menderita cacat, misalnya: pria yang buruk wajah, pincang, buntung, abnormal
secara seksual, dan seterusnya.
C.
BEBERAPA PERISTIWA PENYEBAB TIMBULNYA PELACURAN
Beberapa
peristiwa sosial penyebab timbulnya pelacuran antara lain sebagai berikut:
1.
Tidak adanya undang-undang yang melarang
pelcuran, juga tidak adannya larangan bagi orang yang melakukan relasi seks
sebelum pernikahan.
2.
Adannya keinginan dan dorongan manusia untuk
menyalurkan kebutuhan seks, khususnya diluar pernikahan.
3.
Komersialisasi dari seks, baik dari pihak
wanita maupun germo-germo dan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan
seks.
4.
Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila
dan keagamaan pada saat-saat orang mengenyam kesejahteraan hidup; dan
pemutarbalikan nilai-nilai pernihakan sejati.
5.
Perkembangan kota-kota, daerah-daerah pelabuhan
dan industri dan industri yang sangat cepat dan menyerap banyak tenaga buruh
pria. Juga peristiwa urbanisasi tanpa adanya jalan keluar untuk mendapatkan
kesempatan kerja terkecuali menjadi wanita P bagi anak-anak gadis.
D.
MOTIF-MOTIF YANG MELATARBELAKANGI PELACURAN
Isi
pelacuran atau motif-motif yang melatarbelakangi tumbuhnya pelacuran pada
wanita itu beraneka ragam. Dibawah ini disebutkan beberapa motif, antara lain
sebagai berikut:
1.
Adanya keenderungan melacurkan diri dari pada
banyak wanita untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan meraih
kesenangan dengan jalan pendek, kurang pengertian, kurang pendidikan sehingga
menghalalkan pelacuran.
2.
Ada nafsu seks yang abnormal, tidak
terintegrasi dalam keperibadian, dasn keroyalan seks. Histeris dan hyperseks
sehingga merasa tidak puas melakukan relasi seks dengan satu pria.
3.
Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, ada
pertimbangan-pertimbangan ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidup,
khususnya untuk mendapatk status sosial yang lebih baik.
4.
Rasa melit dan ingin tahu gadis-gadis cilik dan
anak-anak puber pada masalah seks, yang kemudian tercebur dalam dunia
pelacuran.
E.
AKIBAT-AKIBAT PELACURAN
Beberapa
akibat yang ditimbulkan oleh pelacuran ialah sebagai berikut:
1.
Menimbulkan dan menyebearluaskan penyakit
kelamin dan kulit, penyakit yang paling banyak terdapat ialah syphilis
dan gonorhoe (kencing nanah), terutama akibat syphilis, apabila
tidak mendapatkan pengobatan yang sempurna bisa menimbulkan cacat jasmani dan rohani
pada diri sendiri dan anak keturunan.[3]
2.
Merusak sendi-sendi kehidupan
3.
Merusak tatanan lingkungan khususnya bagi remaja-remaja
pada masa puber.
4.
Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum, dan
agama.
5.
Bisa menyebabkan disfungsi seksual, misalnya
impoten, anorgasme, satiriasis, dan ejakulasi prematur.
F.
Pekerja Seks Komersial (PSK) di Lihat dari
Aspek Hukum Pidana
Pelacuran merupakan masalah
yang tidak hanya melibatkan pelacurnya saja, tetapi lebih dari itu yaitu
merupakan suatu kegiatan yang melibatkan banyak orang seperti germo, para calo,
serta konsumen-konsumen yang sebagian besar pelakunya merupakan laki-laki yang
sering luput dari perhatian aparat penegak hukum. Di Indonesia pemerintah tidak
secara tegas melarang adanya praktek-praktek pelacuran. Ketidak tegasan sikap
pemerintah ini dapat dilihat pada:
1.
Pasal 296[4], yang bunyinya adalah sebagai berikut :
“Barang
siapa dengan sengaja menyebabkan
atau memudahkan perbuatan
cabul oleh orang
lain, dan menjadikannya sebagai
pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun
empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah”.
2.
Pasal 506
yang berbunyi
“Barangsiapa
menarik keuntungan dariperbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai
pelacur, diancamdengan pidana kurungan paling lama satu tahun”.
3.
Pasal 281[5]
Dipidana dengan penjara selama-selamanya dua
tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah;
Ke-1 : Barang siapa dengan sengaja merusak kesusilaan
di hadapan umum;
Ke-2 : Barang siapa dengan sengaja merusak kesusilaan
di muka orang lain yang hadir tidak dengan kemauannya sendiri;
4.
Pasal 284[6]
a.
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya
sembilan bulan :
Ke-1 :
a. Laki-laki yang beristeri yang berzina sedang diketahuinya, bahwa pasal 27
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku baginya;
b. Perempuan
yang bersuami yang berzina;
Ke-2 : a. Laki-laki
yang melakukan perbuatan itu, sedang diketahuinya bahwa yang turut bersalah itu
bersuami;
b.
Perempuan yang tidak bersuami yang turut
melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya, bahwa yang turut bersalah itu
beristeri dan pasal 27 Kitab Undang - Undang Hukum Perdata berlaku bagi yang
turut bersalah itu;
5.
Pasal 299[7]
1)
Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang
wanita atau menyuruh wanita supaya diobati dengan memberitahu atau menerbitkan
perngharapan bahwa oleh karena pengobatan itu dapat gugur kandungannya,
dipidana dengan pidana penjara selama-lemanya empat tahun atau denda
sebanyak-banyaknya empat puluh lima ribu rupiah.
2)
Kalau yang bersalah berbuat karena mencari
keuntungan, atau melakukan kejahatan itu sebagai mata pencaharian atau
kebiasaan atau kalau ia seorang dokter, bidan atau juru obat, pidana dapat
ditambah sepertiganya.
3)
Kalau yang bersalah melakukan kejahatan itu
dalam pekerjaannya, maka dapat di cabut haknya melakukan perkerjaan itu.
Kitab Undang-Undang
HukumPidana (KUHP).Yang dilarang dalam KUHP adalah mengeksploitir seksualitas
orang lain baik sebagai “pencaharian ataupun kebiasaan” (pasal 296 KUHP) atau
‘menarik keuntungan’ dari pelayanan seks (komersial) seorang perempuan dengan praktek
germo (pasal 506 KUHP). Pasal-pasal tersebut dalam KUHP hanya melarang mereka
yang membantu dan menyediakan pelayanan seks secara illegal, artinya larangan
hanya diberikan untuk mucikari saja.
G.
Ayat-Ayat Al Qur’an dan Hadits yang melarang
pelacuran
1.
Qur’an Surat Al Israa ayat 32
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا
“Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang
buruk”.
2.
Qur’an Surat An Nuur ayat 30
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ
يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ
إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang
beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".
3.
Qur’an Surat Al Furqon ayat 68
وَالَّذِينَ لا
يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ
اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan
yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang
siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa
(nya),”
4.
Qur’an Surat An Nisa ayat 25
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلا أَنْ
يَنْكِحَ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ فَمِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ
فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِكُمْ بَعْضُكُمْ مِنْ
بَعْضٍ فَانْكِحُوهُنَّ بِإِذْنِ أَهْلِهِنَّ وَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ مُحْصَنَاتٍ غَيْرَ مُسَافِحَاتٍ وَلا مُتَّخِذَاتِ أَخْدَانٍ
فَإِذَا أُحْصِنَّ فَإِنْ أَتَيْنَ بِفَاحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا عَلَى
الْمُحْصَنَاتِ مِنَ الْعَذَابِ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ الْعَنَتَ مِنْكُمْ وَأَنْ
تَصْبِرُوا خَيْرٌ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan barang
siapa di antara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk
mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman,
dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu
adalah dari sebahagian yang lain, karena itu kawinilah mereka dengan seizin
tuan mereka dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang mereka pun
wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang
mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga
diri dengan kawin, kemudian mereka mengerjakan perbuatan yang keji (zina), maka
atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami.
(Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada
kesulitan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antaramu, dan kesabaran itu
lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 4:25)
5.
Qur’an Surat An Nuur ayat 1
سُورَةٌ
أَنْزَلْنَاهَا وَفَرَضْنَاهَا وَأَنْزَلْنَا فِيهَا آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
(Ini adalah)
satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang
ada di dalam) nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat-ayat yang jelas, agar
kamu selalu mengingatinya.
6.
Qur’an Surat An Nuur ayat 2
الزَّانِيَةُ
وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلا تَأْخُذْكُمْ
بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
Perempuan yang
berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah,
dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan dari orang-orang yang beriman.
7.
Qur’an Surat An Nuur ayat 3
الزَّانِي لا
يَنْكِحُ إلا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لا يَنْكِحُهَا إِلا زَانٍ
أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Laki-laki yang
berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang
musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki
yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas
orang-orang yang mukmin.
8.
Qur’an Surat An Nuur ayat 3
وَالَّذِينَ
يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ
فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا
وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Dan
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka
tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu)
delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat
selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik
H.
Hadits-Hadits
Nabi Tentang Zina Larangan Serta Hukumannya
1.
Dari
Ibnu Mas’ud rodhiallohu ‘anhu, dia berkata: “Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Tidak halal ditumpahkan darah seorang muslim kecuali
karena salah satu di antara tiga alasan: orang yang telah kawin melakukan zina,
orang yang membunuh jiwa (orang muslim) dan orang yang meninggalkan agamanya
memisahkan diri dari jamaah.” (HR. Bukhori dan Muslim)
2.
Di
antara tanda-tanda kiamat ialah ilmu terangkat, kebodohan menjadi dominan, arak
menjadi minuman biasa, zina dilakukan terang-terangan, wanita berlipat banyak,
dan laki-laki berkurang sehingga lima puluh orang wanita berbanding seorang
pria. (HR. Bukhari)
3.
Ada
tiga jenis orang yang diharamkan Allah masuk surga, yaitu pemabuk berat,
pendurhaka terhadap kedua orang tua, dan orang yang merelakan kejahatan berlaku
dalam keluarganya (artinya, merelakan isteri atau anak perempuannya berbuat
serong atau zina). (HR. An-Nasaa'i dan Ahmad).
4.
Dari
Ibnu Mas’ud rodhiallohu ‘anhu, dia berkata: “Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Tidak halal ditumpahkan darah seorang muslim kecuali
karena salah satu di antara tiga alasan: orang yang telah kawin melakukan zina,
orang yang membunuh jiwa (orang muslim) dan orang yang meninggalkan agamanya
memisahkan diri dari jamaah.” (HR. Bukhori dan Muslim)
5.
Saling
berwasiatlah kalian tentang kaum wanita dengan baik-baik. Mereka itu adalah
tawanan di tanganmu. Tiada kalian bisa menguasai apa-apa dari mereka, kecuali
apabila mereka melakukan perbuatan keji (zina), pisahkanlah diri kalian dari
tempat tidur mereka atau lakukan pemukulan yang tidak membekas. Apabila mereka
mentaatimu maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Kalian
punya hak atas mereka dan mereka pun punya hak atas kalian. Hak kalian atas
mereka adalah mereka tidak boleh membiarkan tempat tidur kalian diinjak oleh
orang yang tidak kalian sukai, dan hak mereka atas kalian adalah memberi
sandang-pangan kepada mereka (isteri-isterimu) dengan yang baik-baik. (HR. Ibnu
Majah dan Tirmidzi)
6.
عَنِّ
عِبَادَةِ بِنْ الصَّائِمَةِ قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
اِذَ نَزَلَ عَلَيْهِ اَلَّوَحْيُ كَرَبَ لَهُ وَتَرَتَّبَ وَجْهَهُ فَاَنْزَلَهُ
ذَاتَ يَوْمٍ فَلَقِيَ كَذَلِكَ فَلَمَّا سُرِيَ عَنْهُ قَالَ: (خُذُوْ عَنِّي وَ
خُذُوْ عَنِّي ثَلَاثَ مِرَارً قَدْ جَعَلَ اللهُ لَهُنَّ سَبِيْلَا اَلْبِكْرُ بِالْبِكْرِ,
جَلْدٌ مِأَةٍ وَنَقِيُ سَنَةٍ, وَ الثَّيِّبُ جَلْدٌ مِأَةٍ وَنَقِيُ سَنَةٍ, وَ
الثَّيِّبُ جَلْدٌ مِأَةٍ وَ الرَّجْمُ. (اَجْرَجَهُ مُسْلِمْ, اَبُوْدَاوُدْ وَ
التِّرْمِذِيُّ)
Ubadah bin Tsamit menuturkan “setiap kali wahyu
turun, Rasululloh Saw. Merasa sakit dan roman wajahnya berubah, suatu hari
Alloh menurunkan wahyu kepada Rasululloh Saw. Beliaupun merasakan hal sama setelah tidak bersedih lagi Rasolulloh
bersabda ambilah dariku tigas kali, ambillah dariku, ambillah dariku, ambillah
dariku, sampai tiga kali. Alloh memberi jalan lain bagi mereka. Hukuman zina
perawan lajang adalah dicambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun. Hukuman
zina janda adalah dicambuk 100 kali dilempari batu (rajam). (HR. Muslim, Abu
Dawud, dan tirmidzi).
I.
PENANGGULANGAN PROSTITUSI
Usaha
ini antara lain berupa:
1.
Penyempurnaan perundang-undangan mengenai
larangan atau pengaturan penyelenggaraan pelacuran;
2.
Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan
dan kerohanian, untuk memperkuat keimanan terhadap nilai-nilai religius dan
norma kesusilaan;
3.
Menciptakan bermacam-macam kesibukan dan
kesempatan rekasi bagi anak-anak puber dan adolesens untuk menyalurkan
kelebihan energinya;
4.
Memperluas lapangan pekerjaan bagi kaum wanita,
disesuaikan dengan kodrat dan bakatnya, serta mendapatkan gaji yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup setiap harinya;
5.
Penyitaan terhadap buku-buku dan
majalah-majalah cabul, gambar-gambar porno, film-film biru, dan sarana-sarana
lain yang merangsang pelacuran;
BAB
III
PENUTUP
SIMPULAN
Penerapan
Kebijakan hukum pidana dalam hal Penanggulangan terhadap masalah prostitusi
(pelacuran) kurang efektif, hal tersebut disebabkan masalah-masalah terhadap :
a.
Penerapan
terhadap substansi hukum, bahwa dalam KUHP tidak ada satu pasal pun yang
mengkategorikan pelayanan seks komersial sebagai suatu tindakan kriminal
ataupun pelanggaran pidana. Yang dilarang dalam KUHP adalah
mengeksploitir seksualitas orang
lain baik sebagai “pencaharian ataupun kebiasaan”
(pasal 296) atau ‘menarik keuntungan’dari pelayanan seks (komersial) seorang
perempuan dengan praktek germo(pasal 506).
b.
Penerapan struktur
hukum, bahwa aparat
penegak hukum dalam menanggulangi pelacuran jarang
melakukan razia dan malahan, ada pula oknum aparat ikut terlibat dalam
praktek-praktek pelacuran.
c.
Penerapan budaya
hukum, bahwa masyarakat
sebagian mendukung adanya
pelacuran karena mereka merasa diuntungkan dari praktek-praktek pelacuran
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Kartini Kartono, 1992, Patologi Sosial, Jakarta: Rajawali
Pers
Sugandhi, 1981, KUHP Dengan Penjelasannya, Surabaya: Usaha
Nasional Surabaya
Ringkasan Shahih Bukhari Muslim
[1] Prof. W.A Bonger, De Maatschappelijke Oorzaken der Prostitutie,
Verspreide Geschriften, dell II, Amsterdam, 1950. (terjemahan B. Simanjuntak,
Mimbar Demokrasi, Bandung, April 1967).
[2] Dr. Kartini Kartono, Patologi
Sosial, Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1981. Hal 216
[3] Kartini Kartono, Psikologi Abnormal & Patologi Seks. ALUMNI,
Bandung: 1979, hlm 69-76
[4] Sugandhi, KUHP Dengan Penjelasannya, Usaha Nasional Surabaya, Surabaya : 1981, hal. 313
[5] Ibid. Hal 295
[6] Ibid. Hal 299
[7] Ibid. Hal 316
Bergabung di ROYALQQ.POKER saja bosq...
BalasHapusYang pasti semua nya tidak ada di ROYALQQ ^^